Lifestyle
Rabu, 21 Juni 2017 - 15:15 WIB

KISAH INSPIRATIF : Ibu-Ibu Desa Tanjungsari Boyolali Olah Lele Jadi 30 Ragam Makanan

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Desa Tanjungsari, Banyudono, Boyolali, Sumiyati, menunjukkan aneka jenis makanan terbuat dari lele, Selasa (20/6/2017). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Kisah inspiratif, ibu-ibu yang tergabung di KWT Ngudi Mulyo mampu mengolah lele tanpa sisa.

Solopos.com, BOYOLALI — Ibu-ibu di Desa Tanjungsari, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, mampu menciptakan 30 jenis makanan ringan dari bahan dasar ikan lele. Makanan serba lele itu antara lain abon, kerupuk, keripik, nugget, prastel, sosis, stick, pentol bakso, dawet, dan masih lagi.

Advertisement

Uniknya dari setiap ikan lele yang diolah tak ada satu pun sampah tersisa. Artinya, semua bagian tubuh ikan lele, termasuk kulit, kepala, jeroan, bahkan durinya sekali pun, diolah menjadi makanan layak konsumsi.

Pada Selasa (20/6/2017), Solopos.com mengunjungi sentra industri pembuatan 30 jenis makanan ringan dari pengolahan ikan lele di Desa Tanjungsari, Kecamatan Banyudono. Di sebuah gedung yang menjadi showroom makanan serba lele itu, puluhan penghargaan lokal dan nasional bertengger di dinding gedung.

Penghargaan itu diterima langsung oleh ibu-ibu Desa Tanjungsari yang tergabung dalam wadah Kelompok Wanita Tani (KWT) Ngudi Mulyo. “Akhir tahun 2016 lalu, kami juga dapat penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara dari Pak Jokowi [Presiden] ,” ujar Ketua KWT Ngudi Mulyo, Eka Supriyatin, Selasa.

Advertisement

Eka mengatakan KWT Ngudi Mulyo meraih penghargaan lokal hingga nasional karena mampu mengolah makanan terbanyak berbahan ikan lele. Tak hanya itu, semua produk makanan serba lele itu juga sudah lulus uji kelayakan dan legalitas, baik dari IRT, MUI, BPOM dari Kementerian Kesehatan.

Meski terbilang usaha kelas rumah tangga yang berdiri 2010 lalu, namun sebagian besar makanan serba lele dikemas dengan alumunium foil layaknya makanan produk skala nasional yang dijual di swalayan atau mal.

“Alhamdulillah, semua produk kami bisa diterima pasar. Mulai Jakarta Jogja, Banjarmasin, dan kota-kota besar di Indonesia,” papar dia.

Advertisement

Eka menyebutkan, omzet setiap bulannya rata-rata Rp60 juta. Menjelang Lebaran, omzet naik menjadi Rp90 jutaan. “Pokoknya, semua bagian ikan lele bisa kami olah menjadi makanan. Kami menerapkan zero waste,” terang dia.

Salah satu anggota KWT, Sumiyati, mengatakan sedikitnya butuh 50 kg lele untuk setiap kali produksi. Lele yang diolah KWT ialah lele-lele besar yang sudah tak laku di pasaran karena dianggap tak enak dimakan.

“Namun, di tempat kami lele-lele besar itu justru kami olah menjadi makanan bergizi, enak, dan berprotein tinggi,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif