Soloraya
Jumat, 16 Juni 2017 - 22:35 WIB

PERTANIAN BOYOLALI : Diserbu Wereng, 300-An Hektare Padi di Ngemplak Gagal Panen

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (dok)

Pertanian Boyolali, sekitar 300 hektare lahan tanaman padi di Ngemplak gagal panen karena diserang wereng.

Solopos.com, BOYOLALI — Panen raya serentak musim tanam II tak bisa dinikmati sebagian petani di wilayah Kecamatan Ngemplak, Boyolali. Sekitar 300 hektare tanaman padi di wilayah tersebut gagal panen akibat serangan hama wereng.

Advertisement

Ketua Gabungan Perkumpulan Petani Pengguna Air (GP3A) Tri Mandiri Boyolali, Samidi, menyebutkan kegagalan panen tahun ini merata di semua saluran irigasi Waduk Cengklik, Ngemplak. Luasan lahan pertanian yang gagal panen untuk saat ini sudah mencapai sekitar 300 hektare.

“Cukup menyedihkan sekali. Kawasan penyangga pangan gagal panen total,” ujarnya kepada Solopos.com, Jumat (16/6/2017).

Advertisement

“Cukup menyedihkan sekali. Kawasan penyangga pangan gagal panen total,” ujarnya kepada Solopos.com, Jumat (16/6/2017).

Lebih jauh, Samidi menjelaskan kawasan yang gagal panen antara lain di Sawahan, Donohudan, Pandeyan, serta Dibal. Bulir padi di desa-desa tersebut hancur hingga 60% lebih. “Kalau sudah di atas 40% saja dianggap gagal. Kalau ini sudah gagal total,” paparnya.

Kegagalan panen raya kali ini menurut Samidi adalah dampak pola tanam yang tak serentak. Petani tak sedikit yang melanggar pola tanam serentak demi memburu waktu. Di sisi lain, mereka juga dimanjakan pasokan air yang melimpah.

Advertisement

Samidi belum menentukan apakah MT III kali ini akan dilakukan menanam padi lagi atau diberakan. Jika melihat pasokan air dari Waduk Cengklik masih cukup melimpah. Namun, jika melihat perilaku petani saat ini yang cenderung mengabaikan pola tanam serentak, sangat kecil harapan panen raya. “Kalau ditanami padi lagi, hama wereng kian menggila lagi,” paparnya.

Pengamat dan penyuluh pertanian dari Dinas Pertanian Perkebunan (Distanbun) Boyolali, Sri Waluyo, menjelaskan sistem tanam padi tak serentak disebabkan banyaknya lahan yang disewa secara tahunan. Para penyewa lahan merasa telah mengeluarkan uang sewa sehingga harus bisa memaksimalkan hasil panennya.

Bahkan untuk mengejar masa sewa, mereka terkadang memiliki pola tanam sendiri agar segera panen. “Inilah yang menjadi penyebab kenapa pola tanam padi sekarang susah diajak serentak,” jelasnya.

Advertisement

Sri Waluyo menambahkan para petani sebenarnya sudah tahu sistem tanam dan penyebab kegagalan panen. Namun, karena lahan mereka adalah model sewa tahunan, maka aturan itu diabaikan. “Lebih baik mengejar target, ketimbang mematuhi pola tanam.”

Mestinya lahan sewa itu, sambungnya, dengan sistem sewa tancap, bukan sewa tahunan. Jika sistem sewa tahunan terus diberlakukan, masa depan pertanian sama dengan menggali liang kuburnya sendiri.

 

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif