Soloraya
Jumat, 9 Juni 2017 - 05:35 WIB

PERIKANAN WONOGIRI : Nelayan WGM Diberi Waktu Sepekan untuk Musnahkan Branjang

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bupati Wonogiri, Joko Sutopo (depan dua dari kiri), berbicara kepada nelayan di kawasan Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Kamis (8/6/2017). (Ahmad Wakid/JIBI/Solopos)

Perikanan Wonogiri, Bupati memberikan waktu sepekan kepada nelayan WGM untuk memusnahkan branjang.

Solopos.com, WONOGIRI — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri memberikan waktu satu pekan kepada nelayan di perairan Waduk Gajah Mungkur (WGM) untuk memusahkan jaring angkat atau branjang yang mereka pakai menangkap ikan.

Advertisement

Dua wilayah yang ditengarai masih marak dengan aktivitas penangkapan ikan menggunakan branjang yakni di Waduk Gajah Mungkur wilayah selatan atau sekitar Kecamatan Baturetno dan Eromoko. Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, memberikan toleransi kepada nelayan sebelum benar-benar melarang pemakaian branjang di kawasan WGM hingga pekan depan.

Alat tangkap jenis jaring angkat atau branjang dilarang penggunaanya karena bisa merusak keseimbangan dan ekosistem waduk tersebut. “Kalau simbiosis mutualismenya berjalan dengan lancar, ekonomi nelayan berpeluang besar akan semakin baik,” kata Bupati yang akrab disapa Jekek itu di acara Pembinaan Nelayan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Bersama Bupati di Objek Wisata Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Kamis (8/6/2017).

Menurut dia, branjang berdampak besar membuat tangkapan nelayan berkurang sebab alat jaring angkat tersebut juga menangkap ikan kecil-kecil. Pemkab setiap tahunnya menyebar 260.000-368.000 benih ikan di Waduk Gajah Mungkur.

Advertisement

Kalau bibit-bibit ikan itu ditangkap menggunakan branjang, program tersebut menjadi sia-sia. “Selain itu, Waduk Gajah Mungkur merupakan salah satu waduk terbesar di Wonogiri. Itu artinya ada monitoring khusus dari pusat. Saya khawatir ada tim dari pusat turun ke sini karena adanya branjang di kawasan waduk ini,” ujarnya.

Jekek berharap melalui pertemuan itu para nelayan maupun kepala desa bisa menyampaikan pemahaman mengenai larangan penggunaan branjang. Meski bukan kali pertama, menurut Jekek, banyak masyarakat yang belum menyadari informasi tersebut.

Meski begitu, Jekek menyakini para penangkap ikan menggunakan branjang sudah mengetahui larangan tersebut. “Maka toleransi kami hanya satu pekan. Kalau melewati satu pekan, kami khawatirkan dianggap lalai sehingga tim pemerintah pusat turun ke sini. Kalau kami dianggap tidak mendukung program dari pemerintah pusat itu bisa celaka. Kalau kita dianggap tidak menyukseskan program pemerintah pusat, dana alokasi khusus [DAK] bisa dipotong. Akibatnya, pembangunan tidak bisa terlaksana. Sekali lagi ini sangat serius! Kemarin-kemarin memang belum ada tindakan tegas, tapi sejak era bersih-bersih ini kami tidak berani berspekulasi,” ucapnya.

Advertisement

Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (Dislapernak) Wonogiri, Rully Pramono Retno, menjelaskan jaring angkat merupakan alat jaring yang dinaik-turunkan dan punya mata jaring kecil dengan ukuran kurang dari 2 inchi. Selain itu, biasanya menggunakan lampu petromax yang akan mengumpulkan ikan-ikan baik besar maupun kecil karena sorotan cahaya dari lampu sehingga semua ikan tersebut akan tertangkat jaring itu.

Penggunaan branjang menyalahi aturan UU No. 31/2004 tentang Perikanan dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,2 miliar. Selain itu, penjual ikan yang menerima hasil tangkapan dari branjang juga bisa ditindak.

“Di Kedungombo ada bakul yang menerima, ini kami soroti. Kami setuju bakulnya juga harus ditindak,” imbuh Rully.

Nelayan dari Baturetno, Sriwidodo, meminta solusi sekaligus meminta izin untuk mengganti branjang dengan keramba jaring apung. Hal itu mendapat apresiasi dari Bupati dan mendorong para nelayan membentuk kelompok nelayan untuk memudahkan realisasi program pemberdayaan ekonomi mandiri.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif