SOLOPOS.COM - Salah satu sudut Loji Wetan, Kedung Lumbu, Solo. (Google Street View)
Potensi Loji Wetan kini sedang digali sebagai kawasan kota lama Solo dengan banyaknya bangunan kuno.
Solopos.com, SOLO — Komunitas Soeracarta Heritage Society (SHS) menggali potensi kawasan Loji Wetan supaya tidak semakin tergusur. Kawasan di timur pusat Kota Solo itu menyimpan bangunan-bangunan kuno yang sebagian masih dihuni warga.
Program Advisor SHS, Agustina Dewi Sita Ratih, mengatakan Kota Solo memiliki banyak bangunan kuno yang tersebar di beberapa tempat. Bangunan-bangunan tersebut memiliki nilai sejarah serta keunikan masing-masing.
Dia berpendapat sejarah keberadaan beberapa peninggalan masa lalu di Solo kini telah jarang diketahui generasi muda. Sita menyebut, salah satu peninggalan masa lalu di Kota Bengawan yang perlu segera ditelaah adalah kawasan Loji Wetan.
“Keberadaan bangunan kuno di Solo mulai menjadi incaran beberapa komunitas masyarakat, baik peneliti, sejarawan, wisatawan, maupun pehobi. Namun sayang hal itu belum menjadi perhatian oleh masyarakat yang memiliki atau menempati sendiri bangunan kuno. Pemerintah Kota Solo yang jarak pusat pemerintahannya tidak jauh dari kawasan Loji Wetan juga belum menunjukan tanda-tanda perhatian,” kata Sita kepada Solopos.com, Minggu (4/6/2017).
Sita menceritakan kawasan Loji Wetan merupakan kawasan penting yang mengiringi perjalanan perubahan Kota Solo. Peran kawasan Loji Wetan menjadi signifikan karena menkaji bagian penting wilayah administratif dengan pergeseran empat kultur, yakni Jawa, Eropa, Arab, dan Tiongkok selama tiga abad yang sangat menarik. Dia menyebut, kondisi tersebut semestinya menjadi sebuah hal yang membanggakan bagi warga yang tinggal di kawasan Loji Wetan.
“Sayangnya peran strategis dan sejarah Loji Wetan sudah jarang diketahui oleh generasi muda. Banyak bangunan kuno di kawasan Loji Wetan yang telah beralih fungsi atau tidak terawat sehingga jejak kebanggaan di masa lalu tidak lagi terlihat. Mengingat kawasan Loji Wetan menjadi sesuatu yang sangat penting bagi sejarah Kota Solo, maka potensinya kini perlu digali,” jelas Sita.
Sita menilai perlu ada peningkatan kesadaran bersama oleh semua pihak untuk mulai merawat kawasan Loji Wetan yang merupakan warisan peradaban dan penanda identitas kawasan kota lama Solo. Dia menyadari tidak mudah untuk menumbuhkan kesadaran bersama tentang pentingnya melestarikan bangunan kuno, terlebih banyak yang telah beralih fungsi dan beralih kepemilikannya. Namun, Sita optimis, upaya itu bisa terwujud jika ada dorongan semangat yang kuat.
“Banyak keuntungan yang bisa diperoleh oleh masyarakat ketika sebuah kawasan menjadi kawasan cagar budaya. Hal ini bisa dilihat di kawasan Kota Lama di Jakarta, Kota Lama Semarang, Bandung, Kota Gedhe Yogyakarta. Langkah pelestarian kawasan Loji Wetan tentu harus dilakukan secara bersama-sama, terutama didukung oleh masyarakat sebagai pemilik kawasan dan kekayaan budaya yang tumbuh di dalamnya,” jelas Sita.
SHS pernah melakukan survei kondisi bangunan kuni di kawasan Loji Wwrtan dengan menggandeng warga setempat. Pada 20 Mei lalu, SHS mengadakan workshop bagi pelajar membahas sejarah kota lama Solo khususnya di Loji Wetan. Pada malam harinya, SHS mengadakan sarasehan bersama warga. Sarasehan itu untuk mencari tahu pandangan warga tentang pentingnya menjaga cagar budaya.
“Kami awali kegiatan dengan menggelar acara Melacak Sejarah Kawasan Loji Wetan pada 7 Mei lalu. Acara itu diwujudkan dalam bentuk survei bersama ke lapangan. Pada 20 Mei, selain workshop, kami juga menggelar pameran foto Kota Lama Solo di Gereja Pantekosta Loji Wetan. Pameran foto yang diadakan selama dua hari hingga 21 Mei itu gratis bagi pengunjung. Serangkaian acara akan terus kami gelar hingga Juli,” tutur Sita.