Jateng
Minggu, 4 Juni 2017 - 16:50 WIB

BP7 Perlu Direvitalisasi Kata Akademisi

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Garuda Pancasila, lambang negara Republik Indonesia. (JIBI/Solopos/Antara)

BP7 menurut akademisi perlu direvitalisasi demi sistematisnya pengamalan Pancasila.

Semarangpos.com, SEMARANG — Pemerintah dinilai perlu merevitalisasi Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) sehingga pengamalan Pancasila di tengah masyarakat kembali sistematis.

Advertisement

Wacana itu dilontarkan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Semarang, Gunawan Witjaksana, menjawab pertanyaan Kantor Berita Antara di Semarang, Sabtu (3/6/2017) malam. Gunawan mengatakan bahwa keberadaan institusi yang menyosialisasikan nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat itu penting sehingga bisa kembali intens ditanamkan.

Pada era sekarang ini, menurut pakar komunikasi dari Stikom Semarang itu, tampaknya membumikan Pancasila secara dogmatis (bersifat mengikuti atau menjabarkan suatu ajaran tanpa kritik sama sekali) serta melalui berbagai kegiatan sejenis cenderung kurang tepat. Meskipun model pemasyarakatan melalui penghafalan lima sila serta pemasyarakatan butir-butirnya, kata Gunawan, tetap perlu dilakukan. Namun, yang lebih konkret melalui contoh sikap serta perilaku nyata.

“Melalui implementasi sila-sila Pancasila dengan sikap serta perilaku konkret, masyarakat cenderung lebih mudah memahaminya,” kata Gunawan.

Advertisement

Menyinggung Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang dalam implementasinya di Indonesia selalu berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, dia memandang perlu para elite agama apa pun memberi contoh, baik dalam berkhotbah, bersikap, maupun berperilaku terhadap pemeluk agama lain. Kebenaran secara hakiki sesuai dengan akidah serta keyakinannya masing-masing perlu saling dipegang teguh. Namun, lanjut dia, di dalam berhubungan dengan sesama, terlebih dalam suasana berbangsa dan bernegara, prinsip saling menghormati dan saling menghargai harus dilakukan.

Sila Persatuan Indonesia sebagai sila ketiga dalam implementasi sederhana pun bisa dilakukan, antara lain, dengan menghindari gibah (membicarakan keburukan atau keaiban orang lain), terutama dari sisi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Pasalnya, menurut dia, sekecil serta sesepele apa pun, sikap serta perilaku, terutama perilaku komunikasi, bila menyinggung perasaan pihak lain, tentu akan sangat merugikan.

Ia berpendapat bahwa yang cukup rawan serta gampang memicu konflik lainnya adalah Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Oleh karena itu, berbagai fakta korupsi, keserakahan, serta ketidakadilan sebaiknya segera diakhiri. “Kuncinya adalah bagaimana masing-masing individu saling melakukan introspeksi memulai kembali bersikap jujur dan adil terhadap diri serta keluarganya masing-masing,” katanya.

Advertisement

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif