Soloraya
Senin, 29 Mei 2017 - 07:35 WIB

PERTANIAN SRAGEN : Moeldoko-Yuni Bangun Pabrik Beras Organik Berskala Ekspor

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang petani berjalan di antara areal pertanian padi dan jagung di lahan seluas 1,5 hektare yang akan jadi lokasi pabrik beras organik di Desa Banaran, Sambungmacan, Sragen, Minggu (28/5/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Pertanian Sragen, pabrik beras organik berskala ekspor bakal dibangun di Sambungmacan.

Solopos.com, SRAGEN — Jenderal TNI (Purn) Moeldoko selaku pendiri M-Tani Group bersama Kusdinar Untung Yuni Sukowati selaku Bupati Sragen menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) pengembangan dan kemitraan pemasaran padi organik berskala ekspor.

Advertisement

MoU itu diwujudkan dalam bentuk pembangunan pabrik beras organik yang menempati lahan 1,5 hektare di Desa Banaran, Kecamatan Sambungmacan, Sragen. Kini, dokumen MoU bermeterai itu dipegang Dinas Ketahanan Pangan (Distapang) Sragen yang diberi tanggung jawab untuk menindaklanjuti kerja sama tersebut.

Dokumen yang terdiri atas empat lembar itu masih bersifat umum dan akan ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama secara detail berdasarkan studi kelayakan yang disusun kedua pihak. MoU tersebut hanya berlaku selama setahun.

Advertisement

Dokumen yang terdiri atas empat lembar itu masih bersifat umum dan akan ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama secara detail berdasarkan studi kelayakan yang disusun kedua pihak. MoU tersebut hanya berlaku selama setahun.

Bupati dan Moeldoko memulai komitmen bersama dengan meletakkan batu pertama pembangunan pabrik beras organik pada Rabu (24/5/2017) lalu. Pabrik tersebut diberi nama PT Kencana Arta Raya (KAR) yang merupakan anak perusahaan dari M-Tani Group milik Moeldoko.

Pabrik itu ditargetkan mulai beroperasi pada 2018. “Benefit atas kerja sama itu banyak. Sragen akan menjadi produsen beras organik. Kami akan fokus untuk ekspor di samping pemenuhan untuk konsumsi dalam negeri sendiri. Daerah yang memungkinkan untuk pengembangan padi organik akan kami push [dorong]. Petani juga mendapat benefit lebih dengan adanya kepastian pembeli dengan harga yang baik. Di samping itu lingkungan juga terjaga,” ujar Bupati saat dihubungi Solopos.com, Minggu (28/5/2017).

Advertisement

Seorang petani penggarap lahan itu, Suroso, 55, warga Bolo, Banaran, Sambungmacan, Sragen, saat ditemui Solopos.com di lahan pabrik beras organik, Minggu, mengatakan setiap patok lahan dihargai senilai Rp1 miliar. Dia menyebut kalau empat patok nilainya mencapai Rp4 miliar.

“Pembayaran pembebasan lahan itu sudah terlaksana. Seorang petani pemilik lahan baru saja membeli lahan satu patok di lokasi itu senilai Rp350 juta. Belum genap setahun, lahan itu sudah dibeli pemilik pabrik beras organik senilai Rp1 miliar,” katanya.

Suroso hanya sebagai petani penggarap lahan. Ia sudah menggarap lahan dengan sistem bagi hasil selama 10 tahun. Dia meminta pembangunan pabrik beras organik dilakukan setelah petani panen.

Advertisement

“Kalau tidak petani meminta ganti rugi Rp10 juta per patok. Ya, akhirnya permintaan kami disetujui. Sekitar sebulan ke depan, kami sudah panen jagung. Untuk padi mungkin sudah panen 2-3 pekan ke depan,” ujarnya.

Kepala Dinas Pertanian Sragen Eka Rini Mumpuni Titi Lestari menyampaikan pabrik itu memiliki kapasitas giling mencapai enam ton gabah kering giling (GKG) per jam. Kalau asumsi operasi pabrik efektif selama tujuh jam per hari, kata dia, maka kapasitas gilingnya mencapai 42 ton per hari atau setara dengan produksi beras 35,5 ton per hari.

“Kalau dihitung sebulan dan setahun lebih besar lagi. Ketersediaan bahan baku di Sambirejo dari lahan 232 hektare saja mampu menghasilkan gabah 3.500 ton. Padahal potensi padi organik di Sambirejo itu mencapai 750 hektare. Selain itu, nanti akan dikembangkan pagi organik di luar Sambirejo seluas 2.000 hektare, yakni di wilayah Gondang dan Kedawung,” ujar Eka saat dihubungi Solopos.com, Minggu.

Advertisement

Pengembangan potensi padi organik itu, kata Eka, akan dilakukan secara bersama antara Pemkab Sragen dengan PT KAR. Indikator organik itu terletak pada kualitas air yang masih murni atau tidak tercemar limbah rumah tangga atau industri yang berbahaya.

Khusus di Gondang dan Kedawung itu, jelas dia, kalau tidak memungkinkan menggunakan air permukaan akan menggunakan air dalam tanah. “Komitmennya pengembangan padi organik itu berskala ekspor. Sasaran pasarnya di Eropa. MoU-nya masih di Distapang untuk tindak lanjutnya. Ya, memang masih belum detail isi MoU karena masih ada perjanjian kerjasama lanjutan,” tambahnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif