News
Senin, 22 Mei 2017 - 14:44 WIB

Di Depan Trump, Presiden Jokowi Sebut Umat Islam Korban Terbesar Terorisme

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi berfoto bersama dengan kepala negara yang hadir dalam KTT Arab Islam Amerika di Riyadh, Arab Saudi, Minggu (21/5/2017). (Setkab.go.id)

Presiden Jokowi berpidato di depan Donald Trump. Dia menyebut umat Islam-lah yang menjadi korban terbesar dari konflik dan terorisme.

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa senjata dan kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi terorisme. Menurut Presiden, korban radikalisme dan terorisme yang terbanyak adalah umat Islam.

Advertisement

Indonesia adalah salah satu korban aksi terorisme, sebagaimana terjadi pada serangan di Bali terjadi pada 2002 dan 2005 dan serangan di Jakarta terjadi Januari 2016. Presiden mengatakan hal itu ketika berbicara dalam Arab Islamic America Summit (KTT Arab Islam Amerika) yang juga dihadiri Presiden Amerika Serikat Donald Trump, di Conference Hall King Abdulaziz Convention Center, Riyadh, Arab Saudi, Minggu (21/5/2017).

“Dunia marah dan berduka melihat jatuhnya korban serangan terorisme di berbagai belahan dunia di Prancis, Belgia, Inggris, Australia, dan lain-lain,” ucap Presiden Jokowi, dikutip Solopos.com dari Setkab.go.id.

Menurut Presiden Jokowi, dunia seharusnya juga sangat prihatin terhadap jatuhnya lebih banyak korban jiwa akibat konflik dan aksi terorisme di beberapa negara seperti Irak, Yaman, Suriah, dan Libya. “Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme,” kata Presiden.

Advertisement

Presiden mengatakan bahwa jutaan saudara-saudara kita harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Jutaan generasi muda kehilangan harapan masa depannya. “Kondisi ini membuat anak-anak muda frustasi dan marah. Rasa marah dan frustasi ini dapat berakhir dengan muculnya bibit-bibit baru ektremisme dan radikalisme,” kata Presiden.

Presiden mengatakan bahwa ancaman radikalisme dan terorisme terjadi di mana-mana. Namun, pemikiran yang keliru hanya dapat diubah dengan cara berpikir yang benar. Untuk itu, Indonesia meyakini pentingnya menyeimbangkan pendekatan hard-power dengan pendekatan soft-power.

“Selain pendekatan hard-power, Indonesia juga mengutamakan pendekatan soft-power melalui pendekatan agama dan budaya,” kata Presiden Jokowi.

Advertisement

Presiden memberi contoh, untuk program deradikalisasi di Indonesia yang melibatkan masyarakat, keluarga, termasuk keluarga mantan narapidana terorisme yang sudah sadar, dan organisasi masyarakat. Adapun untuk kontra radikalisasi, lanjut Presiden, pemerintah merekrut para netizen muda dengan follower yang banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai.

“Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran,” tutur Presiden seraya menegaskan, pesan-pesan damailah yang harus diperbanyak bukan pesan-pesan kekerasan. Karena setiap kekerasan akan melahirkan kekerasan baru.

Dalam kesempatan itu, Presiden menilai KTT Arab Islam Amerika memiliki makna yang penting untuk mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat, dan menghilangkan persepsi bahwa Amerika Serikat melihat Islam sebagai musuh.

“Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia,” ujar Presiden Jokowi.

Advertisement
Kata Kunci : Presiden Jokowi
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif