News
Selasa, 16 Mei 2017 - 20:30 WIB

DPR Ogah Hapus Pasal Penistaan Agama, Masyarakat Bisa Gugat ke MK

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Massa pro Ahok menggelar aksi unjuk rasa di luar ruang sidang vonis kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Masyarakat disarankan menggugat pasal penistaan agama jika tidak puas dan DPR enggan merevisi Pasal 156a itu.

Solopos.com, JAKARTA — Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan jika tidak puas terhadap pasal 156a KUHP terkait penodaan agama karena dianggap diskriminatif, masyarakat dapat menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Advertisement

Menurut Refly gugatan itu lazim dilakukan karena undang-undang yang baik adalah jika dalam perumusannya tidak multitafsir dan tidak bersifat diskriminatif. Kalau multitafsir, berarti UU itu masih buruk dan bisa menimbulkan otoritarianisme mayoritas atas minoritas dan sebaliknya.

“Pasal 156a itu karena Presiden Soekarno waktu itu hanya untuk mengakomodir permintaan mayoritas kelompok beragama. Sementara itu dari sisi negara, negara itu, harus melindungi semua warga negara,” ujarnya.

Dalam perspektif hukum, ujarnya, tidak ada mayoritas maupun minoritas. Jadi, silakan masyarakat menggugat ke MK atas pasal 156a kalau dinilai diskriminatif,” ujarnya dalam forum legislasi Penghapusan Pasal 156a UU KUHP, Pasal Karet? bersama anggota Komisi III DPR Arsul Sani, Selasa (16/5/2017).

Advertisement

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan bahwa keberadaan pasal 156a KUHP soal penodaan agama berfungsi untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat. “Pasal seperti ini diperlukan sebagai sebuah bentuk alat pengendalian sosial supaya tidak terjadi potensi kerusakan lebih besar. Itu diperlukan supaya masyarakat tidak bertindak sendiri-sendiri,” ujar Arsul.

Dia menjelaskan bahwa saat ini revisi UU KUHP sedang dibahas DPR dan Pemerintah. Dia pun yakin pasal 156a akan tetap dipertahankan oleh mayoritas fraksi di DPR. “Kami tidak sepakat [revisi]. Paling tidak mayoritas fraksi di DPR,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif