Jogja
Senin, 15 Mei 2017 - 07:22 WIB

TANAH SULTAN : Klaim SG Sebagai Bentuk Kejahatan, Ini Dasarnya

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Dusun Tanjungtirto, Desa Kalitirto, Berbah, Sleman menunjukan beragam poster saat menanti perwakilan mereka yang mengadu kepada Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Ngayogyakarta, GKR Condrokirono di Kraton Kilen, Kompleks Keraton Ngayogyakarta, Kamis (11/05/2017). Warga menerima penjelasan dalam pertemuan itu bahwa Trah HB VII RM Triyanto Prastowo tidak mewarisi aset tanah yang telah dipatok dan dikapling di desa tersebut. Akhir tahun 2016 ahli waris Sri Sultan Hamengku Buwono VII itu datang untuk mengukur tanah dan mengapling tanah seluas 6.700 meter persegi itu menjadi puluhan kapling. (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Tanah Sultan, warga disarankan melapor ke polisi.

Harianjogja.com, JOGJA — Pihak Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menyatakan kepada masyarakat yang merasa dirugikan atas klaim dari pihak tertentu terhadap tanah kasultanan, disarankan untuk melapor ke kepolisian.

Advertisement

Baca Juga : TANAH SULTAN : Soal Klaim SG, Kraton Sarankan Warga Lapor Polisi

Sebelumnya, jika ada masyarakat yang merasa dirugikan atas klaim tanah kasultanan sebaiknya melaporkan ke polisi pihak yang mengklaim tersebut. Karena ada beberapa masyarakat yang mungkin sudah membayarkan sejumlah uang. Dengan demikian, ia meyakini sudah ada unsur pidana penipuan di dalamnya.

Penghageng Kawedanan Hageng Panitropuro Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat GKR Condrokirono menilai tindakan mengklaim itu sebagai bentuk kejahatan. Karena itu pelaporan ke polisi menjadi satu-satunya solusi. Ia berharap jika warga melapor ke polisi, diminta untuk menginformasikan ke kraton agar pihaknya bisa membantu dari belakang.

Advertisement

“Karena lahan SG (Sultan Grond) gede banget jadi saya nggak tahu semuanya kalau nggak ada yang lapor kan saya nggak ngerti,” ujarnya di Kepatihan, Sabtu (13/5/2017).

Menurutnya, kasus klaim tersebut memang cukup banyak, namun ia tak menghitung secara detail. Seringkali, kasusnya baru terungkap ke permukaan jika ada warga yang melapor karena merasa dirugikan. Pihaknya belum memungkinkan untuk melakukan mediasi antara pihak pengklaim tanah dengan warga yang dirugikan karena latarbelakang kasus yang sangat beragam. Namun setidaknya dengan terbitnya Perda tentang pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan Kadipaten bisa menjadi pegangan terkait persoalan itu. Apalagi, saat ini Pemda DIY tengah membentuk Pergub dari Perda tersebut sekaligus inventarisasi tanah kasultanan.

Raja Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan HB X mengakui sulitnya mengantisipasi agar tidak terjadi klaim atas lahan SG oleh pihak tertentu karena inventarisasi yang dilakukan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY belum selesai. Tetapi Gubernur DIY ini menggarisbawahi segala bentuk penggunaan harus memiliki izin.

Advertisement

“Makanya kalau ada yang merasa dirugikan mbok ngomong, soalnya kalau nggak kan kita nggak tahu. Di BPN daftarnya yang lebih tahu. Tanah kita belum tentu semua ada data, tetapi [dokumen] pasti itu di BPN, makanya perlu diverifikasi,” tegasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif