News
Sabtu, 6 Mei 2017 - 23:00 WIB

Hillary Clinton Sebut Trump dan Rusia Biang Keladi Kekalahan

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Hillary Clinton (Abcnews.com)

Hillary Clinton menyebut Trump dan Rusia sebagai biang keladi kekalahannya di pilpres AS 2016.

Solopos.com, NEW YORK – Kekalahan dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (pilpres AS) 2016, agaknya masih menyisakan duka bagi Hillary Clinton. Meski telah mengaku kalah, ia tampaknya masih belum bisa melupakan kejadian tersebut. Baru-baru ini, ia bahkan mengungkapkan analisa tentang penyebab kekalahannya.

Advertisement

Dilansir The Guardian, Rabu (3/5/2017), istri Bill Clinton menyalahkan sejumlah pihak, mulai dari Donald Trump, Direktur federal Bureau of Investigation (FBI), James Comey, dan otoritas Rusia menjadi penyebab kekalahannya di pilpres AS 2016. Kendati demikian, ia juga mengaku salah karena tidak bisa mengatasi hal tersebut.

“Saya bertanggung jawab sepenuhnya atas kekalahan itu. Saya adalah kandidat yang menjadi lakon dalam pemilihan tersebut. Saya sangat sadar akan masalah, tantangan, dan kekurangan yang ada,” tutur Hillary.

Saat itu, Hillary merasa sangat dekat dengan kemenangan. Namun, tiba-tiba semua impiannya pupus ketika FBI membuka kembali investigasi soal surat elektronik pribadi saat ia menjabat sebagai menteri luar negeri. Ia juga menyayangkan intervensi Rusia lewat peretas yang memengaruhi hasil pemilihan presiden.

Advertisement

“Saat itu, saya sangat dekat dengan kemenangan, hingga pada tanggal 28 Oktober 2016, investigasi soal surat elektroik dan bocoran Wikileaks tentang Rusia memunculkan keraguan yang membuat masyarakat takut memilih saya,” sambungnya.

Tak hanya itu, Hillary menduga Trump sengaja meminta bantuan dari Rusia untuk menjatuhkan nama baiknya. Hal itu didasari oleh laporan Komunitas Intelejen AS yang menyebutkan bahwa Rusia diduga kuat terlibat pada pilpres. Menurut hasil investigasi, mereka menduga Rusia mencampuri pilpres demi memenangkan Trump.

Sementara itu, Donald Trump dinyatakan memang berdasar hasil penghitungan suara konvensional alias pemilihan melalui dewan perwakilan rakyat dan senat. Sedangkan Hillary memenangi popular vote (penghitungan suara nasional) dengan selisih tiga juta suara.

Advertisement

“Bagaimana pun hasilnya, ingatlah saya memenangkan lebih dari tiga juta suara dibanding lawan saya,” tandas Hillary.

Saat ini, Hillary menjalani rutinitasnya sebagai warga sipil. Ia bahkan tak segan menyerukan pendapat sat kebijakan Trump menuai kontroversi. “Saya kembali menjadi warga sipil sekaligus aktivis yang akan menyerukan perlawanan atas kebijakan yang menyimpang,” pungkasnya.

 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif