News
Rabu, 3 Mei 2017 - 20:17 WIB

300 Pekerja JICT Geruduk Kantor Hutchison

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi aktivitas Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok Jakarta (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

Para pekerja yang tergabung dalam SP JICT menggelar aksi di Kantor Hutchison Port Indonesia.

Solopos.com, JAKARTA — Sebanyak 300-an pekerja pelabuhan yang bernaung di Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) menggeruduk kantor Hutchison Port Indonesia (HPI), Graha Rekso, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (3/5/2017). Aksi ini digelar sebelum rangkaian aksi mogok pada 15-20 Mei 2017 mendatang.

Advertisement

Pantauan Bisnis/JIBI di lokasi tersebut, aksi itu dilakukan berkaitan dengan penolakan perpanjangan JICT oleh HPI dan Pelindo II. Berbagai spanduk dan atribut yang mengutuk perpanjangan JICT itu juga dibentangkan peserta unjuk rasa di depan kantor HPI tersebut.

Ketua SP JICT, Nova Sofyan Hakim mengatakan, sejak tahun 2015 hingga April 2017, pihak Hutchison Port telah membayarkan uang sewa perpanjangan JICT kepada PT Pelindo II (Persero) walaupun tanpa ada izin pemerintah dan temuan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurut dia, per tahun Hutchison diharuskan membayar uang sewa USD85 juta atas perpanjangan kontrak pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia tersebut. “Namun uang sewa tersebut dibayarkan oleh JICT bukan Hutchison Port sebagai investor,” ujarnya saat melakukan orasi di depan kantor HPI tersebut.

Advertisement

Nova juga merasa heran atas skema pembayaran sewa perpanjangan JICT tersebut dan terkesan sangat dipaksakan. “Ini kan pembodohan publik. Sudah melawan hukum, konyolnya Hutchison Port yang investasi di JICT tapi JICT dan pekerja yang suruh bayar. Mereka [Hutchison] hanya bayar uang muka perpanjangan 20 tahun sebesar USD215 juta. Sisanya JICT yang diperas habis untuk bayar uang sewa,” paparnya.

Dia, menjelaskan bahwa pekerja JICT tidak anti investasi asing. Namun Hutchison begitu diuntungkan karena membeli JICT dengan harga murah (USD215 juta) bahkan mengeluarkan uang sewa kepada Pelindo II lewat pemotongan hak-hak karyawan.

“Semangat nasionalisme kami untuk perjuangkan agar JICT dimiliki 100% Indonesia, bukan pekerja menyumbangkan haknya untuk bantu Hutchison beli JICT. Toh sudah terbukti perpanjangan JICT tidak ada nilai tambah bagi Indonesia, Pelindo II dan pekerja sendiri,” tutur Nova

Advertisement

Dari dokumen Hutchison, Nova menyesalkan uang muka perpanjangan JICT oleh Hutchison kembali modal hanya dalam 4 tahun. “Bahkan perpanjangan kontrak di TPK Koja sampai 2038, Hutchison hanya bayar USD 50 juta, padahal harga Koja tahun 2000 saja sebesar USD 147 juta. Jadi bisa dibilang, Hutchison ini bukanlah melakukan investasi tapi malah pesta pora di JICT dan Koja,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif