News
Selasa, 2 Mei 2017 - 20:31 WIB

Terus Demo, SP JICT Rugikan Lobby Jokowi di Hong Kong

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aktivitas di Tanjung Priok (JIBI/Bisnis/Dok)

SP JICT dinilai merugikan lobby Presiden Jokowi kepada pengusaha di Hong Kong agar berinvestasi di Indonesia, khususnya pelabuhan.

Solopos.com, JAKARTA — Aksi demonstrasi dan ancaman mogok kerja yang diserukan Serikat Pekerja (SP) Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) dinilai telah membuat iklim investasi di Indonesia semakin buruk. Hal itu juga merugikan upaya Presiden Jokowi meningkatkan investasi di Tanah Air.

Advertisement

“Di saat Presiden Jokowi sedang berusaha keras menarik investasi asing ke Indonesia, SP JICT justru terus menghancurkan iklim investasi kita,” ujar Direktur National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, Selasa (2/5/2017).

Apalagi, tindakan SP tersebut dilakukan untuk memaksa manajemen JICT menaikkan gaji dan bonus yang angkanya mencapai ratusan miliar rupiah. Menurutnya, sikap SP JICT yang menggunakan isu nasionalisme untuk kepentingan pribadi ini tidak bisa ditoleransi lagi. “Pemerintah mesti bertindak tegas jika investasi di pelabuhan tidak ingin semakin rusak,” tegasnya.

Advertisement

Apalagi, tindakan SP tersebut dilakukan untuk memaksa manajemen JICT menaikkan gaji dan bonus yang angkanya mencapai ratusan miliar rupiah. Menurutnya, sikap SP JICT yang menggunakan isu nasionalisme untuk kepentingan pribadi ini tidak bisa ditoleransi lagi. “Pemerintah mesti bertindak tegas jika investasi di pelabuhan tidak ingin semakin rusak,” tegasnya.

Apalagi, dalam pertemuan dengan pebisnis di Hong Kong, Senin (1/1/2017), Jokowi mengajak para pengusaha setempat untuk berinvestasi di Indonesia. Bahkan dalam pertemuannya dengan Li Kha Shing, salah satu pengusaha terkaya di Asia yang juga pemilik CH Hutchinson Holdings, Jokowi mengajak meningkatkan investasinya di Indonesia. Saat ini, nilai investasi CK Hutchinson Holdings di Indonesia, khususnya JICT, mencapai US$10 miliar atau lebih dari Rp130 triliun.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang mendampingi Presiden dalam pertemuan itu melalui siaran pers juga menyatakan terdapat komitmen (dari Li Kha Shing) untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Siswanto menambahkan, tindakan SP JICT yang terus menerus melakukan aksi demo selama 2 tahun terakhir sangat merugikan perekonomian Indonesia.

Advertisement

Menurut Siswanto, selama ini SP JICT menggunakan isu perpanjangan kontrak JICT antara Pelindo II dan Hutchinson Port Holding (HPH) untuk menekan direksi agar mengikuti keinginan SP. Contohnya, demo yang terjadi pada Selasa (2/5/2017) ini dan ancaman mogok kerja dari Senin (1/5/2017)- Sabtu (20/5/2017).

“Semua aksi ini dilakukan agar kemauan SP dipenuhi direksi. Ini sangat berbahaya. Jika dibiarkan akan menciptakan situasi yang menakutkan bagi investor manapun,” ujar Siswanto.

Sebelumnya, pada 6 April 2017, SP JICT juga menggelar demo menolak perpanjangan kontrak JICT. Aksi itu bahkan diwarnai tindakan anarkis menyusul penyegelan kantor direksi JICT dan ancaman terhadap ekspatriat. Aksi demo itu dilakukan sehari setelah direksi menolak tiga permintaan SP JICT agar perusahaan menaikkan gaji dan bonus karyawan.

Advertisement

Pada Rabu 5 April 2017, dalam pertemuan Direksi dan SP JICT, manajemen memutuskan untuk menolak tiga permintaan SP. Ketiga permintaan itu adalah, Pengesahan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2016-2018 yang di dalamnya memuat klausul peningkatan gaji dan kesejahteraan pekerja JICT sebesar sebesar US$6,95 juta atau lebih dari Rp100 miliar.

Kedua, Direksi menolak keinginan SP JICT yang meminta bonus tahunan 2016 lebih besar daripada ketentuan dalam PKB sebesar 7,8% dari keuntungan sebelum pajak. Ketiga, Direksi juga menolak keinginan SP agar dana Program Tabungan Investasi (PTI) tahun 2016 dibayarkan. Pasalnya, SP JICT tidak mampu mencapai target kinerja minimal yang menjadi syarat pembayaran dana PTI.

Apalagi, SP JICT juga dinilai ingkar janji lantaran menolak untuk dilakukannya audit dana PTI yang telah dibayarkan sejak 2010 sebesar US$ 11 juta. “Pemerintah dan penegak hukum jangan terjebak kepada isu yang bangun SP JICT soal perpanjangan kontrak. Kasihan Presiden Jokowi yang sudah bekerja keras mendatangkan Investor, tapi didalam negeri justru digembosi segelintir kelompok untuk kepentingan pribadi,” ujar Siswanto.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif