News
Selasa, 2 Mei 2017 - 18:30 WIB

Karangan Bunga Ahok-Djarot Seharusnya Rezeki Pasukan Oranye, Tapi Malah Dibakar

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Deretan karangan bunga yang ditujukan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat di halaman kantor Balai Kota Jakarta, Rabu (26/4/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Muhammad Adimaja)

Ahok menyayangkan pembakaran karangan bunga di depan Balai Kota karena seharusnya itu bisa menjadi rezeki untuk Pasukan Oranye.

Solopos.com, JAKARTA — Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan karangan bunga yang dikirim dari pendukungnya untuk dirinya dan Djarot Saiful Hidayat merupakan rezeki bagi Pasukan Oranye atau petugas kebersihan.

Advertisement

Namun, sayang, sebagian karangan bunga malah dibakar oleh sekelompok massa buruh yang berunjuk rasa di Hari Buruh pada Senin (1/5/2017). Padahal bunga bekas yang sudah layu bisa dijual ke pihak yang membutuhkan.

“Ya sayang aja dibakar ya, padahal itu kan rejekinya Pasukan Oranye. Kan dia baru datang dari Monas, ditumpuk sudah satu gunung. [mereka tanya] Itu mau diapain Pak, [saya jawab] kalian jual saja Rp50.000 kok, dijual yang beli Rp50.000,” ujar Ahok di Balai Kota, Selasa (2/5/2017).

Bukan hanya Ahok yang menyayangkan pembakaran bunga, Djarot juga merasakan hal yang sama. “Saya bertanya ini maksudnya apa. Salahnya bunga itu apa pada mereka. Apakah ucapan-ucapan itu menyakiti hati mereka. Apakah ucapan-ucapan atau tulisan-tulisan itu mengandung unsur-unsur ujaran kebencian dan SARA? Kan tidak ya,” ujar Djarot.

Advertisement

Djarot menilai aksi pembakaran bunga tersebut merupakan aksi anti-simpatik yang tidak perlu dilakukan. Pasalnya, kata dia, unjuk rasa harus berjalan aman dan damai untuk menyampaikan aspirasi dan hak buruh.

“Sayang sekali aksi kemudian dinodai dengan hal-hal seperti itu yang tidak baik. Ingat karangan bunga itu diberikan dengan rasa cinta itu juga ada nilainya,” paparnya.

Djarot menampik pembakaran bunga oleh buruh tersebut merupakan aksi kekecewaan atas penaikan upah minimum provinsi yang dianggap tidak signifikan. Menurut Djarot pembahasan UMP dilakukan melalui forum tertentu dengan dialog bersama beberapa unsur tripartit. Dengan demikian, penaikan UMP yang dinilai tidak memuaskan buruh bukan semata kebijakan gubernur.

Advertisement

“Gubernur kan tinggal tanda tangan hasil kesepakatan yang sudah mereka buat. Jadi itu ya salah alamat, salah sasaran,” paparnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif