News
Jumat, 28 April 2017 - 13:35 WIB

DPR Setuju Gunakan Hak Angket terhadap KPK

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi rapat paripurna DPR (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Rapat paripurna DPR memutuskan menggunakan hak angket terhadap KPK.

Solopos.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini menyetujui penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diatur dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Advertisement

“Apakah usul hak angket tentang pelaksanaan tugas KPK yang diatur dalam UU KPK dapat disetujui menjadi hak angket DPR?” kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Jakarta, Jumat (28/4/2017).

Setelah anggota DPR menyatakan setuju, Fahri dengan cepat mengetuk palu sebagai tanda keputusan telah diambil.

Namun setelah itu beberapa anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra maju ke depan meja pimpinan DPR sebagai bentuk protes atas pengambilan keputusan yang terlalu cepat. Protes itu diabaikan Pimpinan DPR sehingga rapat paripurna tetap berjalan.

Advertisement

Dalam penjelasannya, wakil pengusul hak angket KPK Taufiqulhadi menjelaskan tidak dapat dimungkiri kinerja KPK mendapatkan penilaian yang baik dari masyarakat. Namun menurut dia, hal itu bukan berarti prinsip transparansi dan akuntabilitas tidak perlu menjadi perhatian.

“Apalagi dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi KPK, Komisi III mendapatkan masukan tidak selalu berjalannya pelaksanaan tupoksi itu sesuai peraturan perundang-undangan dan tata kelola kelembagaan yang baik,” ujar dia.

Dia mencontohkan terkait tata kelola anggaran, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan KPK 2015 mencatat ada tujuh indikasi ketidakpatuhan KPK terhadap perundang-undangan.

Advertisement

Politisi Partai Nasdem itu menjelaskan indikasi ketidakpatuhan itu antara lain kelebihan pembayaran gaji pegawai KPK yang belum diselesaikan atas pelaksanaan tugas belajar.

“Lalu belanja barang pada direktorat monitor kedeputian informasi dan data yang tidak dilengkapi dengan pertanggungjawaban yang memadai,” ungkap Taufiqulhadi

Selain itu menurut dia, Komisi III DPR juga mendapatkan informasi ada “pembocoran” dokumen dalam proses hukum seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), dan Surat Cegah dan Tangkal (Cekal).

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif