Rencana Pemerintah menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 9% menjadi 7% membuat sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) khawatir
Harianjogja.com, JOGJA-Rencana Pemerintah menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 9% menjadi 7% membuat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) khawatir pasarnya semakin sempit. Meski demikian ada BPR yang tetap bersikap dingin dan tetap optimistis nasabahnya tidak akan berpaling.
BPR Profidana Paramitra salah satunya. Direktur PT BPR Profidana Paramitra Wahyu Susilo mengatakan, BPR sudah memiliki pangsa pasar tersendiri. Nasabah yang sudah loyal menggunakan produk kredit BPR tidak akan berpaling pada produk perbankan lainnya.
Menurutnya BPR memiliki keunggulan dalam hal pelayanan jika dibandingkan dengan bank umum penyalur KUR. “Kita bisa cepat [dalam menyairkan kredit], kalau KUR bisa sebulan. Kalau kita, kalau memang layak dicairkan ya lakukan. Kebutuhan dia [nasabah] hari ini didapat ya hari ini,” tuturnya pada Harianjogja.com di kantornya, Kamis (27/4/2017).
Menurutnya BPR memiliki keunggulan dalam hal pelayanan jika dibandingkan dengan bank umum penyalur KUR. “Kita bisa cepat [dalam menyairkan kredit], kalau KUR bisa sebulan. Kalau kita, kalau memang layak dicairkan ya lakukan. Kebutuhan dia [nasabah] hari ini didapat ya hari ini,” tuturnya pada Harianjogja.com di kantornya, Kamis (27/4/2017).
Waktu pencairan kredit di BPR Profidana sendiri maksimal tiga hari. Selain kecepatan, BPR juga lebih memiliki kedekatan emosional yang tinggi kepada nasabah. Hal ini membuat nasabah semakin loyal.
Sejak KUR dicanangkan, industri BPR memang mengalami kekhawatiran. BPR khawatir jika pangsa pasarnya semakin sempit. Selama ini, BPR dikenal ahli dalam menyalurkan kredit kepada pelaku usaha mikro dan kecil. Sehingga dengan diturunkannya bunga KUR tersebut, bisa dimungkinkan nasabah BPR yang kebanyakan dari sektor usaha mikro dan kecil itu akan beralih pada KUR.
Meski demikian, Wahyu tetap menanggapi dingin. Secara fakta, katanya, tidak semua masyarakat kemudian berbondong-bondong pindah ke program KUR. “Tidak menurunkan segmentasi kita. Nyatanya ada KUR, kita masih tetap tumbuh 24 persen,” tuturnya.
Sebenarnya BPR bisa ikut menyalurkan KUR melalui program linkage. Namun tidak semua BPR tertarik. Wahyu sendiri menilai prosedur linkage agak sulit karena model penyaluran dana KUR menggunakan sistem reimburse.
“Pakai uang kita lalu minta ganti ke BRI misalnya. Jadi seperti reimburse,” katanya. Ia menilai, jika BPR ikut menyalurkan KUR maka akan mengancam keberlangsungan produk kredit internal yang dimiliki BPR.
Sebelumnya, Direktur Utama BPR Ukabima Nindya Raharja dari Gunungkidul, Sudjut Budi Utomo mengatakan, BPR siap menjadi penyalur KUR karena BPR sudah menguasai teknik penyaluran kredit untuk kalangan UMKM.
Sementara Direktur Utama BPR UGM Sri Wulandari juga siap jika Pemerintah mengamanatkan BPR ikut berpartisipasi menyalurkan KUR. “Siap. Kita tinggal nunggu kiriman dari Pemerintah,” tuturnya.
Berdasarkan informasi, hanya ada satu BPR di DIY yang ikut menyalurkan KUR pada 2016 kemarin.