Pengembangan pemasaran produk UMKM secara online di Sleman masih terhambat kapasitas SDM
Harianjogja.com, SLEMAN – Pengembangan pemasaran produk UMKM secara online di Sleman masih terhambat kapasitas SDM. Sebagian besar pelaku UMKM berasal dari usia lanjut dan kalangan dengan latar belakang pendidikan yang belum melek teknologi.
Suci Iriani, Sekretaris Dinas Koperasi dan UMKM Sleman mengatakan penjualan produk hasil UMKM di Sleman sudah didukung pemerintah daerah. Salah satunya dengan keberadaan website penjualan terpadu bertajuk Sleman Mall.
Meski demikian, jumlah produk yang tersedia belum sebanding dengan jumlah UMKM di Sleman. “Baru ada 800 produk di Sleman Mall, seharusnya bisa lebih banyak,” jelasnya pada Rabu (26/4/2017).
Meski demikian, jumlah produk yang tersedia belum sebanding dengan jumlah UMKM di Sleman. “Baru ada 800 produk di Sleman Mall, seharusnya bisa lebih banyak,” jelasnya pada Rabu (26/4/2017).
Berdasarkan data tahun 2016, terdapat 27.281 unit UMKM yang tersebar di seluruh kecamatan. Ia mengungkapkan jika transisi perdagangan dari konvensional ke online tidak mudah dilakukan karena banyak pelaku UMKM yang berusia cukup lanjut dan kurang berpendidikan.
Maksudnya, pelaku tersebut kemudian sulit beradaptasi dengan sistem onlien yang ada baik dari segi pemasaran, promosi maupun kemasan.
Hanya saja, meski pelatihan bisnis telah dilakukan sejak 2014 lalu, hal ini belum mampu merengkuh seluruh pelaku UMKM di Sleman. Meski demikian, bisnis online UMKM di Sleman sendiri saat ini sudah mampu merambah dunia internasional.
Ia menyebutkan jika ada sejumlah pengrajin batik yang kerap mendapatkan order dari beberapa negara Eropa salah satunya Italia. Diakui, memang ada sejumlah yang membedakan pembeli pasar global dan pasar lokal.
Menanggapi hal ini, tambah Suci, pemkab berupaya melakukan penyesuaian terkait fasilitasi yang diberikan kepada pelaku UMKM daerah. “Kalau tarafnya lokal jangan dibawa ke pasar internasional,” ujarnya.
Sejumlah produk yang siap bersaing secar internasional difasilitasi agar mendapatkan pasar yang tepat, sementara produk yang masih berkualitas lokal dibimbing untuk lebih maju.
Sementara itu, Hari Sungkari, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif, menjelaskan jika banyak pelaku UMKM tidak punya latar belakang pebisnis. “Pada dasarnya mereka [pelaku UMKM] pengrajin bukan pebisnis,” ujarnya.
Hal ini yang menyebabkan lambatnya transisi sejumlah pelaku UMKM ke dunia online. Terlebih lagi, ada standar tertentu yang harus dipenuhi salah satunya terkait pengiriman produk.