Jogja
Kamis, 27 April 2017 - 17:20 WIB

Tak Ada Sinyal Seluler, Sentra Batik Giriloyo Sulit Pasarkan Produk secara Online

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi batik (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Susahnya sinyal provider telekomunikasi di wilayah Desa Wukirsari, membuat sentra batik Giriloyo tak berkembang pesat

Harianjogja.com, BANTUL--Susahnya sinyal provider telekomunikasi di wilayah Desa Wukirsari, membuat sentra batik Giriloyo tak berkembang pesat. Sebabnya, baik para perajin maupun pemilik showroom kerepotan untuk memasarkan produknya secara daring (dalam jaringan) sesuai tuntutan kemajuan jaman.

Advertisement

Padahal di sentra batik Giriloyo ada 14 kelompok yang masing-masing memiliki sekitar 70 perajin batik. Artinya, sentra batik tersebut menjadi penyumbang ekonomi kerakyatan yang penting di Desa Wukirsari.

Lurah Wukirsari, Bayu Bintoro mengatakan para perajin bahkan harus ke luar dari wilayah padukuhannya untuk sekedar mencari sinyal telekomunikasi. Hal tersebut disebabkan topografi Desa Wukirsari yang dikelilingi pegunungan sehingga sinyal susah masuk.

Advertisement

Lurah Wukirsari, Bayu Bintoro mengatakan para perajin bahkan harus ke luar dari wilayah padukuhannya untuk sekedar mencari sinyal telekomunikasi. Hal tersebut disebabkan topografi Desa Wukirsari yang dikelilingi pegunungan sehingga sinyal susah masuk.

Hingga kini hanya ada satu menara telekomunikasi yang ada di dusun Nogosari 1 yang belum juga mencukupi kebutuhan masyarakat akan kemudahan berkomunikasi. “Sudah dicek [permasalahannya] oleh pihak perusahaan namun tidak ada tindak lanjut hingga kini,” kata dia kepada Harianjogja.com, Rabu (26/4/2017).

Menurut Bayu, Pemdes sudah mengupayakan untuk mengatasi masalah ini denan menyediakan semacam tower untuk wifi gratis yang dapat diakses oleh masyarakat yang terletak di dusun Cengkehan. Namun hanya bertahan selama empat tahun saja dari 2011-2015 karena beberapa kendala. Salah satunya karena biaya pemeliharaan yang cukup mahal.

Advertisement

Menurutnya, pada 2014 Pemdes juga sudah mengajukan proposal ke dua perusahaan provider telekomunikasi namun hingga kini belum ada kabar. Padahal Pemdes sudah bersedia untuk mencarikan lahan jika memang sudah ada perencanaan pembangunan menara telekomunikasi tersebut.

Kendala berdirinya menara telekomunikasi juga terkait dengan perijinan. Sebab, pasca terungkapnya 246 unit menara telekomunikasi tak berizin, pembahasan Raperda Menara Telekomunikasi ditunda.

Wakil Ketua Pansus Raperda Menara Telekomunikasi Wildan Nafis mengatakan penundaan itu disebabkan adanya beberapa klausa pasal yang belum masuk dalam draf raperda.

Advertisement

Salah satunya terkait dengan keterlibatan warga terdampak menara telekomunikasi yang belum tercantum. “Kami merasa pasal itu sangat penting. Jadi perlu untuk dimasukkan,” kata dia.

Terlebih dengan rencana pencabutan beberapa prosedur perizinan oleh pemerintah pusat, salah satunya izin gangguan. Menurut Wilda , pencantuman pasal keterlibatan warga terdampak itu menjadi sangat penting.

Pihaknya khawatir, jika dalam perda baru itu tak dicantumkan perihal tersebut, para pengusaha pemilik menara akan dengan mudah mempermainkan syarat perizinan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif