News
Selasa, 25 April 2017 - 23:00 WIB

Indonesia Kekurangan Insinyur

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono (kedua dari kanan) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) meninjau proyek pembangunan Waduk Logung di Kudus, Jateng, Jumat (17/2/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Aji Styawan)

Indonesia dinyatakan kekurangan insinyur padahal sedang giat membangun infrastruktur.

Solopos.com, JAKARTA — Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) menyebut Indonesia tengah mengalami kekurangan insinyur saat ini meski pembangunan infrastruktur mengalami peningkatan. Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (DPN) Inkindo Nugroho Pudji Rahardjo mengatakan pembangunan infrastruktur tidak diimbangi dengan peningkatan pasokan jumlah tenaga ahli terkait.

Advertisement

“Saat ini Indonesia dalam kondisi defisit insinyur karena pasokan tenaga insinyur untuk konsultan masih rendah dibanding kebutuhannya,” ujarnya, Selasa (25/4/2017).

Secara umum, rasio jumlah insinyur di Indonesia per satu juta penduduk yakni hanya 2.671 orang dan merupakan yang terendah dibanding beberapa negara lain seperti Malaysia 3.333, China 3.380, Thailand 4.121, Vietnam 9.037, dan Brasil 3.053.

“Program 65 bendungan hingga 2019 di mana 49 bendungan baru dan 16 lanjutan. Untuk bangun 49 bendungan dibutuhkan 1.000 tenaga ahli bersertifikat. Saat ini baru 400 tenaga ahli bendungan bersertifikat. Ini baru program bendungan, belum pembangunan lainnya,” tuturnya.

Advertisement

Dia menuturkan rendahnya minat menjadi insinyur juga disebabkan masih rendahnya billing rate konsultan. Inkindo secara berkala terus menerbitkan Standar Billing Rate minimal yang layak. Saat ini sudah diacu oleh intansi pemerintah maupun BUMN serta telah diatur dalam UU No. 2/2017 tentang jasa konstruksi.

Menurut Nugroho, untuk meningkatkan jumlah insinyur di Indonesia, diperlukan peranan perguruan tinggi sebagai pemasok tenaga ahli. “Ini perlu adanya suatu kerjasama Triple Helix antara pemerintah, perguruan tinggi dan industri terkait,” katanya.

Hal ini diperlukan untuk meningkatkan daya saing konsultan nasional agar dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, khususnya dalam menghadapi persaingan Masyarkat Ekonomi ASEAN (MEA). “Pasar konstruksi di kawasan Asean sekitar 63% ada di Indonesia, Filipina 10%, Malaysia 8%, Thailand 6%, Vietnam 6% dan Singapura 7%,” ucap Nugroho.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif