Soloraya
Jumat, 14 April 2017 - 19:35 WIB

BKK Sragen Tak Merata, Gondang Dapat Rp5 Miliar, Cepoko Hanya Rp20 Juta

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat)

Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk desa-desa di Sragen tidak merata.

Solopos.com, SRAGEN — Penyaluran dana aspirasi yang bersumber dari bantuan keuangan khusus (BKK) 196 desa di Sragen pada 2017 tidak merata. Alokasi BKK antara desa satu dengan lainnya tidak proporsional karena ada desa yang mendapat alokasi sampai Rp5 miliar tetapi ada desa yang hanya mendapat Rp20 juta.

Advertisement

Informasi yang diperoleh Solopos.com dari Sekretariat Daerah (Setda) Sragen, desa-desa yang mendapat BKK dalam jumlah besar di antaranya Desa Gondang Rp5 miliar, Desa Bedoro Kecamatan Sambungmacan Rp3 miliar, dan Desa Patihan Kecamatan Sidoharjo Rp1,9 miliar.

Di sisi lain, Desa Cepoko Kecamatan Sumberlawang hanya mendapat Rp20 juta. Sekretaris Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Sragen, Lilik Slamet, saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Kamis (13/4/2017), menyampaikan BKK yang diterima Desa Gondang Rp5 miliar lebih.

Nilai BKK 2017 ini, kata dia, meningkat cukup besar karena tahun sebelumnya hanya sekitar Rp1 miliar. Dia menjelaskan BKK itu dari dana aspirasi para pimpinan DPRD Sragen yang kebetulan berasal dari Gondang, yakni dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Fraksi Partai Golkar (FPG), dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS).

Advertisement

“Dana itu untuk pembangunan taman terbuka hijau Rp1 miliar, pembuatan stadion mini Rp1,5 miliar, hotmix jalan di Gondang Baru Rp700 juta, pembangunan joglo pertamuan warga Rp300 juta, hotmix jalan di RT 007, 008, dan 009 Dukuh Tegalrejo masing-masing Rp200 juta, dan kegiatan lainnya yang nilainya di bawah Rp200 juta,” kata Lilik.

Kepala Desa Cepoko, Ngadiman, mengakui hanya mendapat jatah Rp20 juta tetapi dana itu pun tidak diambil karena tidak mau repot mengurus proposal dan laporan pertanggungjawaban (SPj). Kepala Desa Tegalrejo, Heru Setiyawan, mengaku alokasi BKK di desanya mencapai Rp1 miliar lebih yang digunakan untuk kegiatan fisik.

Wakil Bupati (Wabup) Sragen Dedy Endriyatno menyampaikan alokasi BKK yang tidak merata itu tergantung pada legislator yang memiliki aspirasi. Di dalam BKK, sebut dia, ada aspirasi dari Bupati dan Wakil Bupati tetapi tidak ada yang untuk Sekretaris Daerah (Sekda).

Advertisement

Dia menyampaikan prinsip aspirasi dari Bupati dan Wabup diberikan secara merata. “Untuk pengawasan penggunaan anggaran tersebut, kami akan optimalkan pengawasan internal dari Inspektorat,” tambah Dedy.

Ketua Forum Masyarakat Sragen (Formas), Andang Basuki, menilai kebijakan anggaran yang tidak merata bisa berdampak pada terjadinya kemiskinan struktural, yakni kemiskinan yang muncul karena kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat. Dia menyatakan anggaran itu merupakan hak masyarakat sehingga pemerataannya harus diperhatikan agar tidak terjadi ketidakadilan anggaran.

Tidak meratanya anggaran, ujar dia, juga berpotensi terjadi ketimpangan pembangunan yang mengakibatkan program pengentasan kemiskinan terhambat. “Jadi prioritas anggaran itu berorientasi untuk mencegah kemiskinan struktural. Dana aspirasi itu merupakan kebijakan anggaran yang belum melihat kebutuhan masyarakat tetapi hanya melihat keinginan pejabat. Solusinya ya pendekatan anggaran berbasis politis itu harus diikuti dengan penganggaran di musrenbang [musyawarah perencanaan pembangunan] desa. Jadi hanya yang masuk dalam musrenbang itulah yang dibiayai BKK,” ucapnya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif