Lifestyle
Senin, 10 April 2017 - 12:20 WIB

INFO KESEHATAN : Penggunaan Antibiotik Harus Dikendalikan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi obat (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Info kesehatan dari Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) menjelaskan penggunaan antibiotik secara bebas di masyarakat yang tidak sesuai indikasi, mengakibatkan meningkatnya resistensi antibiotika secara signifikan

Harianjogja.com, SLEMAN-Resistensi antimikroba (AMR) muncul sebagai salah satu tantangan dan menjadi isu kesehatan masyarakat, bahkan mendunia. Hal itu dikarenakan penggunaan antibiotik yang dinilai tidak sesuai ketentuan kesehatan.

Advertisement

Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Hari Paraton menjelaskan penggunaan antibiotik secara bebas di masyarakat yang tidak sesuai indikasi, mengakibatkan meningkatnya resistensi antibiotika secara signifikan. Sebaliknya, penggunaan antibiotik yang bijak justru dapat mengurangi komplikasi infeksi akibat bakteri multi resisten.

“Penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan tidak sesuai indikasi, jenis, dosis dan lamanya, serta kurangnya kepatuhan penggunaan antibiotik merupakan penyebab timbulnya resistensi,” katanya kepada wartawan dalam Pfizer Press Circle (PPC) “Kendalikan Penggunaan Antibiotik untuk Mencegah Munculnya Resistensi Bakteri”, Minggu (9/4/2017).

Advertisement

“Penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan tidak sesuai indikasi, jenis, dosis dan lamanya, serta kurangnya kepatuhan penggunaan antibiotik merupakan penyebab timbulnya resistensi,” katanya kepada wartawan dalam Pfizer Press Circle (PPC) “Kendalikan Penggunaan Antibiotik untuk Mencegah Munculnya Resistensi Bakteri”, Minggu (9/4/2017).

Dia menjelaskan, penyebab banyaknya kasus resistensi antibiotik dipicu mudahnya masyarakat membeli antibiotik tanpa resesp dokter di apotek, kios atau warung.

Seharusnya, kata dia, antibiotik tidak dijual bebas dan harus berdasarkan resep dokter. Menyimpan antibiotik cadangan di rumah, memberi antibiotik selama ini merupakan kebiasaan di masyarakat. “Padahal itu dapat mendorong terjadinya resistensi antibiotik,” katanya.

Advertisement

“Tidak semua penyakit infeksi perlu ditangani dengan memberi antibiotik. Penggunaan antibiotik hanya untuk mengobati penyakit yang disebabkan infeksi bakteri, bukan mencegah atau mengatasi penyakit akibat virus,” tegasnya.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada pada 2014 terdapat 480.000 kasus baru multidrug-resistent tuberculosis (MDR-TB) di dunia. Sebanyak 700.000 kematian per tahun diakibatkan oleh bakteri resisten.

Selain itu, berdasarkan laporan the Review on Antimicrobial Resistance, memperkirakan jika tidak ada tindakan global yang efektif, maka AMR akan membunuh 10 juta jiwa di seluruh dunia setiap tahunnya pada tahun 2050. Angka tersebut melebihi kematian akibat kanker, yakni 8,2 juta jiwa per tahun dan bisa mengakibatkan total kerugian global mencapai US$ 100 triliun.

Advertisement

Data tersebut, lanjut Hari, menunjukkan resistensi antimikroba telah menjadi masalah yang harus segera diselesaikan dan perlu adanya peningkatan kesadaran di masyarakat mengenai resistensi antibiotik. “Oleh karenanya, penggunaan antibiotik harus dikendalikan,” katanya.

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan berkomitmen dalam pengendalian AMR. Salah satu upaya yang dilakukan antara lain melaksanakan program pengendalian resistensi antimikroba untuk 144 rumah sakit rujukan nasional dan regional serta Puskesmas di lima provinsi pilot project.

“Tantangan yang harus dihadapi dalam penanggulangan resistensi antimikroba menjadi tidak mudah karena persoalan ini bukan saja melibatkan pasien atau dokter, tetapi juga melibatkan industri farmasi, industri rumah sakit, kepentingan bisnis dan kesadaran masyarakat,” katanya.

Advertisement

Widyaretna Buenastuti, Public Affairs & Communication Director PT Pfizer Indonesia juga menambahkan, diperlukan kerjasama semua pihak untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik ini. Terutama keterlibatan pemerintah, institusi pendidikan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi dan perusahaan farmasi.

“Pfizer ikut peduli dan mendukung kampanye pengendalian penggunaan antibiotik untuk mencegah munculnya resistensi antimikroba. Kami menilai penting membangun kesadaran mengenai resistensi dan kepatuhan penggunaan antibiotik yang tepat,” ujarnya.

Sejak 2016, Pfizer menandatangani Deklarasi Pemberantasan AMR (Declaration on Combating AMR) untuk menangani masalah AMR. Jika masyarakat sadar dan teredukasi tentang penggunaan antibiotik, hal itu dapat mencegah munculnya resistensi antimikroba. “Kami selalu menganjurkan masyarakat tidak membeli atau mengonsumsi obat antibiotik tanpa resep dan anjuran dokter,” katanya.

Advertisement
Kata Kunci : Antibiotik Info Kesehatan
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif