Jogja
Minggu, 9 April 2017 - 16:20 WIB

LONGSOR KULONPROGO : Kisah Korban Tanah Longsor, Rela Tinggalkan Kenangan Demi Keselamatan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu rumah yang terkena dampak tanah longsor di Jeruk, Gerbosari, Jumat (7/4/2017).(JIBI/Harian Jogja/Uli Febriarni)

Longsor Kulonprogo membuat warga harus mengungsi bahkan relokasi

 

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO– Sebagai korban longsor dan terancam terkena longsor susulan, Siswiyanti dan keluarganya, rela meninggalkan kenangan manis yang tersimpan di rumah mereka, di Dusun Jeruk Gerbosari Samigaluh, untuk mengikuti relokasi.

Siswiyanti tak dapat menyembunyikan air matanya yang mengalir, ketika menjelaskan kronologi saat tanah dari tebing yang berada di dekat rumahnya, longsor dan merusak rumah yang telah ia diami selama 30 tahun. Awal Maret lalu, tebing tersebut sudah longsor dan memaksanya untuk mengungsi ke rumah saudaranya yang tinggal di desa yang sama.

Advertisement

Siswiyanti tak dapat menyembunyikan air matanya yang mengalir, ketika menjelaskan kronologi saat tanah dari tebing yang berada di dekat rumahnya, longsor dan merusak rumah yang telah ia diami selama 30 tahun. Awal Maret lalu, tebing tersebut sudah longsor dan memaksanya untuk mengungsi ke rumah saudaranya yang tinggal di desa yang sama.

Belakangan ini Sugiyanto, suami tercintanya kerap mencoba membuat jalur air, yang diperkirakan berasal dari sumber longsor di perbukitan, satu kilometer kira-kira jaraknya dari rumah itu.

Namun aktivitas itu tak lagi Sugiyanto lakukan, karena Kepala Dusun memintanya untuk berhenti membuat jalur air. Terlebih jalur air tersebut, semakin hari semakin besar.

Advertisement

Ia kaget dan sempat mengira rekahan-rekahan itu adalah ulah iseng anak-anaknya. Namun, ia mulai khawatir, rekahan itu semakin bertambah lebar seiring pergantian hari.

“Kamis [6/4/2017] pagi saya sedang bersih-bersih rumah, cuaca cerah sehingga saya berani ke sini, tapi tiba-tiba tanah longsor, saya sangat kaget. Malam harinya, saya di sini, tapi kaget karena diminta petugas untuk mengungsi ke rumah pak Kadus,” Jumat (7/4/2017) pagi itu, suara Siswi bergetar, air matanya tumpah, tak tertahan.

Rumah yang didiami oleh dirinya, suami, tiga orang anak dan ibundanya ini, terpaksa tak lagi ditinggali. Mengungsi adalah pilihan yang berat untuk diambil, namun ia tak memiliki jalan lain. Tinggal di sana, memberinya kenyamanan, dan kebahagiaan penuh kebersamaan bersama anggota keluarga, aktivitas mencari rezeki juga begitu dinikmatinya.

Advertisement

“Anak-anak juga sudah betah, tapi mau bagaimana lagi, saya sudah takut tinggal di sini, dampak longsor membuat rumah begitu hancur,” ungkapnya.

Sesekali ia menyeka air mata. Senyumnya ditahan-tahan, namun ia masih bisa melanjutkan kisahnya. Setidaknya ia masih bersyukur, nyawanya masih utuh memeluk raga, walaupun saat longsor terjadi ia sedang berada di rumah.

Perempuan berusia 36 tahun ini berharap, pemerintah bisa menindaklanjuti keluh kesahnya kali ini. Merelokasi dirinya dan membuatkan rumah, untuk berlindung dan berkumpul bersama anggota keluarganya.

Advertisement

Ibunda Siswiyanti, Partinah mengungkapkan, sebagai petani ia adalah orang yang membangun rumah yang ia tinggali bersama Siswiyanti beserta keluarga itu. Rezeki yang ia miliki perlahan ia kumpulkan untuk membangun rumah tersebut, sedikit demi sedikit.

“Kalau memang harus pindah, tidak apa, demi selamat,” kata dia, singkat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif