News
Sabtu, 8 April 2017 - 00:00 WIB

Trump Invasi Suriah Tanpa Restu Kongres AS

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Potongan video yang menunjukkan pangkalan udara Suriah dekat kota Homs, digempur rudal AS, Jumat (7/4/2017).(JIBI/Solopos/Reuters/Syrian TV)

Perintah Donald Trump menginvasi Suriah dengan rudal Tomahawk ternyata tanpa restu Kongres AS.

Solopos.com, JAKARTA — Peluncuran rudal AS ke Suriah tidak hanya mencengangkan masyarakat global. Di internal Paman Sam sendiri, terjadi ketegangan karena serangan yang diinisiasi Presiden Donald Trump ini tidak mendapat restu dari parlemen.

Advertisement

Mengutip data Bloomberg, pada Kamis (6/4/2017) malam waktu setempat, AS meluncurkan 59 rudal Tomahawk cruise dengan target pangkalan udara Suriah. Serangan ini berdalih memberikan efek jera setelah pemerintah Suriah dituduh meluncurkan senjata kimia yang menewaskan 80 korban pada awal pekan ini.

Namun, aksi militer tersebut menimbulkan kegaduhan di pemerintahan AS, karena belum mendapatkan izin dari 535 anggota kongres. Pejabat Gedung Putih pimpinan Trump hanya melakukan penjelasan singkat kepada parlemen, dan langsung melancarkan serangannya.

Advertisement

Namun, aksi militer tersebut menimbulkan kegaduhan di pemerintahan AS, karena belum mendapatkan izin dari 535 anggota kongres. Pejabat Gedung Putih pimpinan Trump hanya melakukan penjelasan singkat kepada parlemen, dan langsung melancarkan serangannya.

Padahal menurut peraturan Dewan Hubungan Luar Negeri AS, presiden harus berkonsultasi dengan kongres sebelum mengirimkan tentara ke dalam pertempuran. Pasukan juga tidak bisa angkat senjata lebih dari 90 hari, kecuali anggota parlemen sudah mendukung keputusan.

Namun, peraturan ini bisa dilonggarkan jika sebelumnya sudah ada deklarasi pernyataan perang. Kelonggaran juga berlaku untuk menanggapi serangan atau keadaan darurat lainnya.

Advertisement

Pada 2011, Obama juga menggunakan otoritas yang sama untuk melawan kelompok militan Islam atau Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Puncaknya pada Februari 2015, Presiden yang memiliki kedekatan personal dengan Indonesia itu, meminta kongres secara resmi melegalkan perang melawan kelompok Islam militan, karena dianggap turut mengancam kestabilan internal AS.

Resolusi yang diinisiasi Obama memberikan batas waktu tiga tahun dan tidak ada batas geografis bagi pasukan AS untuk melakukan aksi militer. Hal ini kemudian menjadi ambigu sejauh mana AS bersikap dalam mengatasi aksi teroris, karena kongres juga masih berbeda pendapat atas usulan aksi militer ke negara lain.

Dalam masa kepemimpinannya yang baru terhitung bulan, Trump pun sudah memakai kewenangan yang sama untuk melanjutkan aksi militer di Irak, Afganistan, dan Suriah.

Advertisement

Bob Corker, senator dari Tennessee sekaligus Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Partai Republik, menyampaikan sebelum peluncuran rudal pada Kamis malam, akan lebih bijaksana jika pemerintah berkonsultasi dengan kongres. Akan tetapi, dia tidak bersikeras kongres harus menyetujui tindakan Trump.

Mike Lee, senator dari Utah, menegaskan jika AS meningkatkan serangan kekuatan militer di Suriah, harus mengikuti peraturan konstitusional. “Kita harus mengikuti konstitusi dan mencari keputusan yang tepat melalui kongres,” ujarnya.

Namun demikian, anggota parlemen lainnya dari Partai Republik, yakni Thomas Massie dan Rand Paul, menyatakan dukungannya terhadap keputusan serangan militer AS ke Suriah. Marco Rusio, senator Florida, juga memuji keputusan Trump tanpa melibatkan persetujuan kongres.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif