Kalangan politikus DPR mempertanyakan permintaan Polda Metro jaya agar sidang penuntutan kasus Ahok ditunda.
Solopos.com, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR Jamil Nasir mengatakan bahwa alasan keamanan yang digunakan Polri untuk menunda sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tidak masuk akal. Sikap Kapolda Metro Jaya mengirim surat ke PN Jakarta Utara juga dipertanyakan.
Menurutnya, aksi 212 atau 313 baru-baru ini yang skalanya jauh lebih besar saja bisa diamankan dengan baik. “Unjuk rasa 212 saja mereka bisa tangani massa, jadi berlebihan sekali surat itu,” ujarnya. “Seharusnya polisi itu mengamankan sidang itu karena memang tugas mereka. Kalau perlu Polri mendatangkan personel dari luar untuk mengamankan.”
Tidak hanya dari Kapolda Metro Jaya yang meminta PN Jakarta Utara untuk menunda sidang tuntutan calon Gubenur DKI Jakarta itu. Jaksa Agung M Prasetyo juga meminta menunda persidangan kasus penistaan Agam tersebut.
Lebih jauh, Nasir mengatakan bahwa tidak ada yang bisa meminta sidang ditunda, apa lagi Kapolda. “?Saya mau bilang jangankan kapolda, Presiden pun tak boleh menunda persidangan. Karena kekuasaan kehakiman itu merdeka,” ujarnya, Jumat (7/4/2017).
Nasir juga mempertanyakan apakah surat permohonan penundaan tersebut ada izin dari Kapolri. “Jangan-jangan tidak disampaikan ke Kapolri soal itu. Jadi menurut saya memang ada apa sampai kemudian Kapolda menulis surat,” ujarnya. Akan tetapi, menurut politikus PKS itu, jika ada permintaan dari jaksa untuk meminta ditunda, maka itu merupakan hal yang wajar dan dapat diterima.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi M Iriawan menerima penolakan Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) atas permintaan penundaan persidangan tersebut.
“Tidak ada pilihan lain bagi polisi untuk melakukan pengamanan maksimun pada sidang tuntutan tersebut, ujarnya. Arsul menilai wajar jika permintaan penundaan persidangan menjadi polemik.
“Maksud menjaga kondusivitas keamanan dan ketertiban jelang Pilkada itu baik, namun mestinya tidak dituangkan dalam bentuk surat seperti itu,” ujarnya. Kalau sidang itu ditunda maka wajar jika banyak pihak menilainya sebagai sebuah bentuk intervensi terhadap proses peradilan,” ujar Arsul.