News
Kamis, 6 April 2017 - 17:03 WIB

KORUPSI E-KTP : Anas Urbaningrum Bantah Terima Duit untuk Kongres Demokrat

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anas Urbaningrum (JIBI/Solopos/Antara)

Anas Urbaningrum membantah menerima duit dari Andi Narogong untuk Kongres Partai Demokrat.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengaku tidak tahu bahwa ada dana dari proyek e-KTP yang mengalir untuk pelaksanaan Kongres Partai Demokrat di Bandung pada Mei 2010. Anas juga membantah dirinya mengawal anggaran proyek itu.

Advertisement

“Tentang pelaksanaan kongres telah dibahas dengan detail pada kasus saya yang sebelumnya dan pembahasan detail itu sama sekali tidak terkait kasus e-KTP ini oleh para saksi yang jumlahnya sangat banyak. Karena itu menjadi aneh ada satu peristiwa ada jalan cerita yang berbeda-beda,” kata Anas dalam di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/4/2017).

Anas menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Advertisement

Anas menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Dalam sidang Senin (3/4/2017), mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mengatakan saat Anas ingin maju menjadi ketum Demokrat, Andi Narogong menyerahkan Rp20 miliar ke Anas untuk dibagi-bagikan sebagai persiapan pemenangan. Uang itu diletakkan di ruangan Nazaruddin yang kemudian menyerahkannya ke sekretarisnya, Eva Ompita Soraya.

Uang itu, menurut Nazaruddin lalu dibagikan ke dewan perwakilan cabang partai masing-masing Rp15 juta, posko pemenangan di provinsi juga diberi uang saku Rp12 juta, sedangkan US$3 juta diberikan ke Anas. Uang itu diserahkan ke orang kepercayaan Anas bernama Fahmi.

Advertisement

“Apakah pada waktu itu tahu sumber pembiyaaan kongres?” tanya hakim Jhon.

“Tahu saat persidangan. Sebagai kandidat saya tidak urus hal-hal teknis, saya baru tahu detail saat persidangan saya karena di situ disampaikan dengan rinci kegiatan apa dan dari mana sumbernya itu semuanya dicatat oleh staf Nazaruddin, Yulianis, dan tidak ada kaitannya dengan proyek e-KTP,” jawab Anas.

“Terkait e-KTP, Anda dapat bagian dari sana tidak betul?” tanya hakim Jhon. “Tidak betul, saya mengikuti berita bahwa saya dikatakan menerima dana misalnya disebutkan April 2010 untuk kepentingan kongres. Padahal di surat dakwaan, Kementerian Dalam Negeri baru menyampaikan usulan pada Mei dan pembahasan intensif pada Agustus dan September 2010,” jawa Anas.

Advertisement

Dengan alasan itu, Anas mengatakan tidak mungkin uang keluar pada April 2010 saat belum ada pengajuan anggaran. “Kalau membaca surat dakwaan pembagian uang juga September, kok khusus untuk Anas sudah ada bulan April dan jumlahnya besar? Uang ditaruh di ruang bendahara fraksi, saya kira mudah dilacak dengan melacak CCTV apa betul ada uang Rp20 miliar,” jawab Anas.

“Ada istilah yang baru di sini, istilah mengawal anggaran. Apakah pernah dengar?” tanya hakim Jhon.

“Saya tidak tahu istilah mengawal anggaran karena yang saya tahu dibahas di APBN bentuknya RAPBN dan disahkan jadi APBN saya tidak pernah dengar di DPR mengawal anggaran. Tidak ada perintah instruksi atau tugas Fraksi Partai Demokrat untuk mengawal anggaran karena kami yakin setiap RAPBN dan rincian program itu dari kementerian dan lembaga sudah jelas rinciannya dengan argumentasinya jadi tidak perlu ada pengawalan anggaran itu yang saya tahu,” jawab Anas.

Advertisement

“Pernah tahu bahwa Nazaruddin menerima uang?” tanya hakim Jhon. “Saya tidak pernah perintahkan Nazaruddin atau orang lain terkait e-KTP atau proyek-proyek apapun,” jawab Anas.

Dalam surat dakwaan, pengusaha yang mengatur pengadaan e-KTP Andi Narogong pada Juli-Agustus 2010 pernah beberapa kali bertemu dengan Ketua Fraksi Partai Setnov, Anas Urbaningrum, Nazaruddin karena dianggap representasi Partai Demokrat dan Golkar yang dapat mendorong Komisi II DPR menyetujui proyek e-KTP.

Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya DPR menyetujui anggaran KTP-E dengan rencana besar tahun 2010 senilai Rp5,9 triliun yang proses pembahasannya akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri.

Anas lalu mendapatkan sejumlah US$500.000 melalui Eva Ompita Soraya. Pemberian ini merupakan kelanjutan pemberian yagn dilakukan pada April 2010 sejumlah US$2 juta yang diberikan melalui Fahmi Yandri.

Sebagian uang digunakan untuk membayar biaya akomodasi kongres Partai Demokrat di Bandung, sebagian lagi diberikan ke anggota Komisi II DPR Khatibul Umam Wiranu sejumlah US$400.000 dan Mohamad Jafar Hafsah selaku ketua fraksi Partai Demokrat sejumlah US$100.000 yang yang kemudian dibelikan 1 unti mobil Toyota Land Curiser nomor polisi B 1 MLH. Anas Urbaningrum dan M Nazarudin juga disebut sebesar 11 persen sejumlah Rp574,2 miliar.

Dalam sidang Senin (3/4/2017) lalu, Nazaruddin menceritakan pada 2009 anggota DPR dari Fraksi Demokrat Mustoko Weni dan Ignatius Mulyono menemui Anas Urbaningrum. Mereka menceritakan rencana proyek pengadaan e-KTP sekaligus menjelaskan bahwa dana untuk menjamin pembahasan proyek tersebut akan ditanggung seorang pengusaha bernama Andi Narogong. Keesokan harinya, Andi diajak untuk menemui Anas.

Setelah itu Anas sebagai Ketua Fraksi Demokrat memanggil Wakil Ketua Badan Anggaran Mirwan Amir dan meminta agar Banggar mengamankan proyek tersebut. Hal itu ditindaklanjuti dengan pertemuan antara Banggar dan Kemendagri. “Sebelum pembahasan anggaran disepakati untuk anggaran tahap awal e-KTP. Jadi kan Rp6 triliun harus bertahap. Waktu itu ketemu Bu Mustoko Weni, saya, Ignatius, membicarakan uang untuk bagi-bagi uang di DPR,” papar Nazaruddin.

Tak berhenti sampai di situ, Anas juga disebut mengawal proyek itu. Andi Narogong selalu melaporkan ke Fraksi Demokrat jika menemui hambatan dalam pembahasan dan tender proyek tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif