News
Kamis, 6 April 2017 - 00:00 WIB

Kisruh DPD, Rangkap Jabatan Oesman Sapta Odang, & Anomali MA

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua DPD terpilih Oesman Sapta Odang (tengah) bersama Wakil Ketua I Nono Sampono (kiri) dan Wakil Ketua II Darmayanti dalam Rapat Paripurna DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/4/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A)

Kisruh DPD berujung kontroversi, di antaranya rangkap jabatan Oesman Sapta Odang dan sikap MA yang dinilai anomali.

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengomentari kontroversi rangkap jabatan Oesman Sapta Odang yang kini menjabat sebagai Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR.

Advertisement

Seperti diketahui, Selasa (4/4/2017) malam, Mahkamah Agung (MA) melantik Oesman Sapta sebagai Ketua DPD. Padahal, sebelumnya MA telah membatalkan tata tertib DPD Nomor 1/2016 dan tata tertib DPD Nomor 1/2017. Artinya, masa jabatan anggota DPD seharusnya kembali lagi menjadi lima tahun.

“Tanya MA saja. Nanti soal MPR dengan DPD lah yang selesaikan,” katanya, Rabu (5/4/2017). Adapun, Wapres mengakui belum mengetahui aturan haruskah Ketua DPD mundur karena adanya rangkap jabatan tersebut.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan MA harus menjelaskan kepada publik mengenai persoalan ini. Hal ini mengingat MA telah membatalkan tata tertib namun institusi itu juga melantik hasil dari pembatalan itu.

Advertisement

“MA harus menjelaskan, sebab kalau tidak saya bilang ini anomali politik, ini menjadi kemudian anomali dalam penegakan hukum. MA jadi tidak nampak menegakkan hukum. MA jadi nampak seperti ada dalam permainan politik,” jelasnya.

Adapun, dia mengatakan seharusnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dari awal untuk memperkuat dan memperjelas posisi DPD. Pasalnya, dia mengatakan kisruh yang terjadi di DPD dipicu dari fungsi DPD yang anomali dan rawan intervensi. Menurutnya, perlu ada reformasi fungsi DPD untuk mengantisipasi konflik serupa.

“Saya memohon perhatian Presiden apalagi sekarang dengan ada konflik seharusnya ada rumusan DPD mau difungsikan sebagai apa,” katanya.

Advertisement

Dia mencontohkan opsi DPD untuk diberikan fungsi legislatif murni, artinya anggota DPD juga bertanggung jawab dalam pembuatan undang-undang, anggaran, dan pengawasan. Bila DPD tidak diberikan fungsi legislatif murni, Fahri mengatakan sebaiknya DPD tidak perlu dipilih melalui pemilu karena biaya yang dikeluarkan negara tidak sedikit.

“Ongkos untuk milih DPD itu triliunan. Kita hemat saja itu yang triliunan itu, minta ditunjuk sama kepala daerah saja sama DPRD. Jadi itu pikiran saya,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif