News
Senin, 3 April 2017 - 17:43 WIB

Suap Pejabat Ditjen Pajak, Bos PT EKP Dituntut 4 Tahun Penjara

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan pajak, Ramapanicker Rajamohanan Nair, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/2/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A)

Bos PT EKP Ramapanicker Rajamohanan Nair dituntut 4 tahun penjara oleh JPU dalam kasus suap pejabat Ditjen Pajak.

Solopos.com, JAKARTA — Country Director PT EK Prima (EKP) Ekspor yang menjadi terdakwa penyuap pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Ramapanicker Rajamohanan Nair, dituntut hukuman empat tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan penjara.

Advertisement

Dalam pembacaan tuntutan, tim jaksa penuntut umum (JPU) yang diketuai oleh Alif Fikri menguraikan bahwa atas saran Rudi Musdiyono, kenalan bisnis terdakwa, Mohan menemui Kasubdit Bukti Permulaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Handang Soekarno, pada 6 Oktober 2016. Dia meminta Handang membantu penyelesaian pembatalan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2014 dan 2015 senilai Rp78 miliar.

Pertemuan itu kembali terjadi pada pertengahan Oktober 2016. Saat itu Mohan kembali meminta bantuan Handang untuk menyelesaikan persoalan pajaknya. Handang pun menjanjikan akan membantunya.

Advertisement

Pertemuan itu kembali terjadi pada pertengahan Oktober 2016. Saat itu Mohan kembali meminta bantuan Handang untuk menyelesaikan persoalan pajaknya. Handang pun menjanjikan akan membantunya.

“Handang kemudian meminta Donald Geri, stafnya, untuk membantu penyelesaian persoalan tersebut dan berkomunikasi dengna Siswanto, akuntan PT EK Prima Ekspor Indonesia, dibuktikan transkrip percakapan yang ditampilkan di persidangan” papar JPU.

Handang juga membenarkan bahwa dirinya bersepakat dengan terdakwa terkait pemberian uang sebesar Rp6 miliar. Jumlah tersebut terdiri atas Rp5,2 miliar (komisi 10% dari pokok utang pajak senilai Rp52 miliar) serta Rp1 miliar sebagai komisi penghapusan denda pajak.

Advertisement

Dalam transkrip percakapan via Whatsapp, Handang membenarkan bahwa dia mendapatkan pesan dari terdakwa yang menyatakan uang Rp6 miliar yang akan diberikan sudah termasuk untuk Muhammad Haniv. Penyerahannya dilakukan pada 21 November 2016 dengan memberikan uang sebesar US$148.500 atau setara Rp1,9 miliar.

Karena itu, kata jaksa, perbuatan terdakwa sudah memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 Huruf A Undang-undang (UU) No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No. 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yakni menjanjikan atau memberikan hadiah kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Perbuatan terdakwa dianggap tidak mendukung upaya pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi dan mencederai upaya menjadikan birokrasi bersih dari korupsi-kolusi-nepotisme. Sementara hal yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan menyesali perbuatannya.

Advertisement

“Terdakwa dituntut bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan pidana kurangi selama empat tahun dikurangi masa tahanan dan pidana denda sebesar Rp250 juta subsidair enam bulan kurungan dan diperintahan untuk ditahan dan meminta berang bukti dalam persidangan ini akan digunakan dalam persidangan Handang Soekarno.”

Jaksa juga menyebut kesaksian Dirjen Ken Dwijugiasteadi–terkait pertemuannya dengan Arif Budi Sulistiyo dan Rudi Musdiyono pada 23 September 2016–patut dikesampingkan. Dalam persidangan, Ken mengatakan pertemuannya dengan Arif dan Rudi hanya membicarakan terkait pengurusan pajak pribadi kedua pengusaha tersebut. Baca juga: Dirjen Pajak Ungkap Isi Pertemuannya dengan Ipar Jokowi.

Padahal, dalam UU No. 11/2016, dijelaskan mengenai tata cara pengurusan pengampunan pajak dan DJP telah membentuk tim sosialisasi. Karena itu, Arif dan Budi dianggap sudah mengetahui tata cara pengajuan pajak pribadi. Mereka disebut juga membicarakan persoalan perpajakan PT EK Prima Ekspor Indonesia dengan bukti percakapan Whatsapp antara Arif dan Handang pada 3 Oktober.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif