News
Kamis, 30 Maret 2017 - 21:00 WIB

Perusahaan Dilarang Tenaga Kerja Asing Ilegal, Ini Risikonya

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemeriksaan terhadap tenaga kerja asing (TKA) diduga ilegal. (JIBI/Solopos/Antara/Rony Muharrman)

Perusahaan di dalam negeri dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing ilegal.

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah tegaskan larangan perusahaan mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) ilegal dan mematuhi seluruh aturan dan perizinan terkait ketenagakerjaan di dalam negeri.

Advertisement

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Hery Sudarmanto, mengatakan seluruh perusahaan yang mempekerjakan TKA ilegal harus mematuhi aturan ketenagakerjaan, dan perizinan, agar dapat bekerja di Indonesia. “Jika ditemukan bukti dan fakta yang kuat, maka pemerintah akan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang mempekerjakan TKA ilegal,” katanya, Kamis (30/3/2017).

Hery menuturkan perusahaan yang mempekerjakan TKA harus memberikan informasi terkait budaya yang ada di lokasinya bekerja, termasuk larangan untuk mengonsumsi minuman keras, dan berbicara kasar. Menurutnya, seluruh informasi dan pengumuman di perusahaan yang mempekerjakan TKA ilegal juga harus disampaikan dalam bahasa Indonesia atau dua bahasa.

Kementerian Ketenagakerjaan mengaku telah menangani 1.324 kasus TKA ilegal. Jumlah itu terdiri atas 691 kasus TKA tanoa IMTA, 587 kasus yang menyebabkan rekomendasi untuk deportasi, dan 104 kasus penyalahgunaan jabatan.

Advertisement

Kementerian Ketenagakerjaan juga telah melibatkan Satuan Tugas Pengawasan TKA untuk mengoptimalkan tim PORA yang beranggotakan BIN, BAIS, Polri, Wasnaker, Ditjen Imigrasi, Kementerian Luar Negeri, dan Kejaksaan. Bahkan, hingga kini telah ada 7.877 orang TKA yang dideportasi, dan merekomendasikan 794 orang lainnya untuk dideportasi karena tidak memiliki IMTA.

Selain tenaga kerja ilegal, Indonesia kini menghadapi maraknya penyelundupan manusia. Bareskrim Polri mengendus jaringan penyelundup manusia menggunakan Indonesia sebagai titik kumpul dengan memanfaatkan kebijakan visa kunjungan. Indonesia mengalami kerugian besar karena menjadi tempat transit penyelundupan manusia.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak mengatakan laporan dari badan PBB untuk pengungsi (UNHCR) mencatat 14.191 orang pengungsi gelap yang masuk ke Indonesia. Mereka, kata Herry, membayar US$2.500-US$12.000 perorang untuk diseberangkan ke Malaysia atau Australia setelah terlebih dahulu berada di Indonesia.

Advertisement

“Mereka [manusia yang ingin diselundupkan] datang dengan resmi memanfaatkan visa turis,” kata Herry di Jakarta, Rabu (29/3/2017).

Dia mengatakan pihaknya tidak dapat melarang kunjungan secara legal ini. Akan tetapi, kata dia, Bareskrim bekerja sama dengan imigrasi serta intelejen melakukan peningkatan pengawasan terutama para wisatawan yang di negaranya tengah terjadi konflik.

Herry mengatakan saat ini berdasarkan laporan yang ia pegang, lebih dari 50% imigran gelap di Indonesia yang ingin diselundupkan ke Malaysia atau Australia berasal dari Afganistan. Sedangkan sisanya berasal dari Somalia, Srilanka, Myanmar, Irak, Iran, Nigeria, Palestina, serta sejumlah negara berkonflik.

Pola penyelundupan ini, kata dia, dilakukan melalui jalur darat, laut maupun udara. Untuk jalur udara, kata dia, para pencari perlindungan ini menggunakan bandara Soekarno Hatta sebagai pintu masuk sebelum transit lebih jauh.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif