Jatim
Rabu, 29 Maret 2017 - 22:05 WIB

PENDIDIKAN PONOROGO : Angka Putus Sekolah Tinggi, MTs Sunan Ampel Dayakan Jadi Harapan

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siswa kelas VII MTs Sunan Ampel Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Ponorogo, belajar di ruang kelas berdinding gedek, Kamis (16/3/2017). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

Pendidikan Ponorogo, pendirian MTs Sunan Ampel Desa Dayakan didasari atas tingginya angka putus sekolah di desa tersebut.

Madiunpos.com, PONOROGO — Pendirian Madrasah Tsanawiyah (MTs) Sunan Ampel di Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Ponorogo, memiliki sejarah panjang. Memangkas angka putus sekolah menjadi salah satu tujuan pendirian MTs Sunan Ampel.

Advertisement

Desa Dayakan yan berada di kawasan hutan Perhutani itu termasuk daerah pinggiran di Ponorogo. Desa itu berbatasan langsung dengan Desa Tumpuk, Kecamatan Bandar, Kabupaten Pacitan di sisi selatan dan Desa Lemahbang, Kecamatan Kismantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah di sisi barat.

Di desa itu akses ke pusat pemerintahan dan perekonomian memang cukup jauh, dibutuhkan waktu sekitar satu jam untuk mencapai Ponorogo kota. Akses pendidikan juga cukup sulit dijangkau oleh masyarakat setempat. Hanya ada dua taman kanak-kanak dan tiga sekolah dasar di Desa Dayakan. Tidak ada sekolah setingkat SLTP dan SLTA.

Advertisement

Di desa itu akses ke pusat pemerintahan dan perekonomian memang cukup jauh, dibutuhkan waktu sekitar satu jam untuk mencapai Ponorogo kota. Akses pendidikan juga cukup sulit dijangkau oleh masyarakat setempat. Hanya ada dua taman kanak-kanak dan tiga sekolah dasar di Desa Dayakan. Tidak ada sekolah setingkat SLTP dan SLTA.

Untuk itu, anak-anak yang hendak melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi harus keluar dari desa. SMP terdekat yaitu di Desa Karangan, Kecamatan Badegan yang bisa ditempuh dengan waku sekitar 10 hingga 15 menit.

Dengan semangat gotong royong, akhirnya disepakati untuk mendirikan sekolah berbasis Islam yaitu MTs Sunan Ampel. Saat ini, sekolah tersebut hanya menempati rumah kosong milik warga setempat. Rumah yang terbuat dari kayu tersebut sebagian besar dindingnya masih terbuat dari anyaman bambu atau gedek.

Advertisement

Dia menuturkan beberapa tahun lalu anak yang lulus dari SD rata-rata sebanyak 30 orang, namun yang melanjutkan ke jenjang SLTP hanya sekitar lima hingga sepuluh anak. Sedangkan anak lainnya memilih untuk bekerja dan merantau ke luar daerah.

Faktor Biaya

Salah satu alasan utama mereka tidak melanjutkan sekolah karena faktor biaya dan jarak sekolah yang cukup jauh. Sebagian besar warga Desa Dayakan merupakan warga dengan perekonomian rendah.

Advertisement

“SLTP paling dekat itu di tetangga desa, itu pun jalannya cukuk curam. Jadi banyak yang lebih memilih untuk tidak melanjutkan sekolah,” ujar dia kepada Madiunpos.com, Kamis (16/3/2017).

Atas pertimbangan itu, kata Miswan, kemudian ia bersama beberapa perangkat desa serta tokoh masyarakat bersepakat untuk mendirikan sekolah setingkat SLTP. Dengan berbagai pertimbangan yang matang, akhirnya pada 2015 MTs Sunan Ampel pun didirikan.

“Kami ingin memberikan anak-anak Desa Dayakan secercah harapan dan masa depan. Supaya setelah lulus SD mereka tidak bingung mau sekolah di mana,” ujar pria yang menjadi perangkat desa di Desa Dayakan itu.

Advertisement

Fasilitas pokok dalam kegiatan belajar mengajar di MTs tersebut pun dipenuhi meliputi meja dan kursi serta papan tulis. Seluruh seragam dan buku pelajaran juga diberikan pihak pengelola. Masing-masing siswa mendapatkan tiga jenis seragam yaitu seragam OSIS, batik identitas sekolah, dan Pramuka. Ketiga stel seragam ini diberikan secara gratis.

Untuk biaya pendidikan seluruh siswa juga digratiskan dan mereka tidak dipungut biaya apa pun. “Seluruh fasilitas, meski seadanya, diberikan secara gratis dan seluruh siswa juga tidak perlu membayar biaya sekolah,” kata dia.

Tenaga pendidik ada sekitar 15 orang. Mereka terdiri dari perangkat desa, guru SD, hingga tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian sama mengenai masa depan anak-anak Desa Dayakan. Seluruh guru tidak mendapatkan uang sepeser pun dari pekerjaannya itu.

Tidak seluruh pengajar di MTs Sunan Ampel memiliki kompetensi di bidangnya, namun karena persoalan keterbatasan hal itu tidak menjadikan soal. Yang penting anak-anak tersebut mau bersekolah dan menimba ilmu di sekolah sangat sederhana tersebut.

Jam sekolah pun dibuat fleksibel dan menyesuaikan keadaan guru dan siswa. Maka tak jarang, sekitar pukul 11.00 WIB, sekolah tersebut sudah sepi dan siswanya telah pulang ke rumah masing-masing.

“Jam belajar mengajarnya memang menyesuaikan, tidak bisa kalau disesuaikan dengan ketentuan pemerintah. Karena juga melihat kondisi psikologis anak dan jarak serta curamnya jalanan yang dilewati para siswa untuk mencapai rumah mereka,” jelas Miswan.

Dia mengakui MTs Sunan Ampel tersebut penuh keterbatasan. Diharapkan orang tua di Desa Dayakan mulai sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak mereka.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif