News
Rabu, 29 Maret 2017 - 17:36 WIB

"Jika Dipojokkan dengan 'Bengawan Solo', Mungkin Ahok Berkata Lain"

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Basuk Tjahaja Purnama (Ahok) saat berdialog dengan warga di Kepulauan Seribu, 27 September 2016 lalu. (Istimewa/Youtube)

Ahli psikologi sosial menyebut Ahok mungkin berkata lain jika dipojokkan dengan hal lain.

Solopos.com, JAKARTA — Ahli psikologi sosial yang juga Direktur Pusat Kajian Representasi Sosial, Risa Permana Deli, menilai mengatakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak mengeluarkan pandangan saat berpidato di Kepulauan Seribu, September 2016. Namun, Ahok hanya mengeluarkan pengalamannya yang tidak mengenakkan.

Advertisement

“Pak Basuki sedang tidak mengeluarkan pandangan, tetapi sebaliknya Pak Basuki lihat sejarah Kepulauan Seribu dan buat program yang menyambung sejarah masyarakat itu sendiri,” kata Risa saat memberikan kesaksian dalam sidang ke-16 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (29/3/2017).

Oleh karena itu, kata dia, yang ditawarkan Ahok saat kunjungannya itu adalah program-program yang berkaitan dengan nelayan. “Kalau tidak salah berkaitan dengan budidaya ikan dan ketika masyarakat di sana bertepuk tangan mereka sedang berterima kasih karena Gubernur DKI Jakarta bersedia mengenali kehidupan sehari-hari masyarakat di Kepulauan Seribu,” ucap Risa.

Advertisement

Oleh karena itu, kata dia, yang ditawarkan Ahok saat kunjungannya itu adalah program-program yang berkaitan dengan nelayan. “Kalau tidak salah berkaitan dengan budidaya ikan dan ketika masyarakat di sana bertepuk tangan mereka sedang berterima kasih karena Gubernur DKI Jakarta bersedia mengenali kehidupan sehari-hari masyarakat di Kepulauan Seribu,” ucap Risa.

Sedangkan soal Ahok yang menyinggung Surat Al Maidah ayat 51, Risa menyatakan bahwa yang bersangkutan sedang mengeluarkan kembali pengalamannya yang tidak enak.

“Celakanya, pengalaman tidak enak dan pengalamannya saat dia terpojok itu berkaitan dengan Surat Al Maidah. Seandainya pengalaman sebelumnya Pak Basuki dipojokkan bukan dengan Surat Al Maidah melainkan dengan lagu Bengawan Solo, saya yakin di Kepulauan Seribu dia menyebutkan ‘jangan mau dibodohi dengan lagu Bengawan Solo‘,” tuturnya.

Advertisement

Menurut dia, dari seluruh konteks kalimat yang diucapkan dalam pidato itu, yang dipersoalkan oleh Ahok dalah iklim pilkada yang membodohkan masyarakat. “Ketika mendengarkan kalimat tersebut sebetulnya yang dipersoalkan terdakwa bukan masalah agama. Bukan tentang pilkada tetapi dia mempersoalkan iklim politik dari pilkada yang membodohkan masyarakat,” tuturnya.

Terkait Ahok yang mengutip Surat Al Maidah 51 dalam pidatonya itu, ia menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak melakukan desakralisasi agama. “Dia menggugat iklim Pilkada yang membodohkan masyarakat dan pembodohan itu menggunakan agama,” ucap Risa.

Risa juga menilai kunjungan Ahok ke Kepulauan Seribu dalam rangka kunjungan kerja tidak ditolak oleh masyarakat setempat. Dia pun memberikan analogi dari sebuah rumah soal kedatangan Ahok di Kepulauan Seribu tersebut.

Advertisement

“Yang namanya berpikir secara sosial dalam dalam masyarakat sebetulnya kita bisa bikin analogi dari rumah. Jadi orang Jawa rumahnya Joglo, orang Minang rumahnya Rumah Gadang, dan setiap rumah miliki struktur yang berbeda,” kata Risa.

Ia menjelaskan struktur itu terbangun dari sejarah masyarakat, kebudayaannya, peradabannya, hukum, dan norma adat setempat. Karena itu, ketika seseorang tinggal di rumah tersebut, dia mewarisi seluruh cara berpikir dari masyarakat tersebut dan mengaplikasikannya terhadap kehidupan sehari-hari.

“Di dalam berpikir secara sosial ketika dia sadar bahwa dalam hal ini saya bercerita tentang masyarakat di Kepulauan Seribu, maka di rumah tersebut sudah ada struktur dan mental yang terbentuk. Saya tidak tahu, mungkin dari sekian abad atau sekian puluh tahun, dan struktur mental itu kemungkinan dia mengenali mana yang bisa diterimanya dan mana yang bisa ditolaknya,” tuturnya.

Advertisement

Ia mengatakan, apabila seseorang ditolak masyarakat, maka orang itu dibiarkan berada di luar rumah. Namun, kalau diterima masyarakat, orang itu dipersilakan masuk ke dalam rumah tersebut.

“Saya lihat bahwa sebetulnya masyarakat Kepulauan Seribu tidak pernah meletakan apa yang diucapkan dari kunjungan Ahok sebagai gubernur di luar rumah. Jadi, mereka tidak menolak. Itu kita bisa lihat misalnya pada reaksi ketika mereka bertepuk tangan. Begitu tepuk tengan itu sebetulnya representasi dari konektivitas antara yang disampaikan oleh Ahok sebagai gubernur dengan rakyat di Kepulauan Seribu,” ucap Risa.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif