Soloraya
Selasa, 28 Maret 2017 - 08:00 WIB

GRUP FACEBOOK : Info Cegatan Klaten Bedah Rumah Warga Lansia Miskin

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Info Cegatan Klaten (ICK) membedah rumah milik Mbah Ngadinem di Ngerangan, Bayat, Klaten, Minggu (26/3/2017). (Ponco Suseno/JIBI/Solopos)

Grup Facebook Info Cegatan Klaten (ICK) melakukan bedah rumah warga miskin.

Solopos.com, KLATEN — Sejumlah anggota yang tergabung dalam komunitas Info Cegatan Klaten (ICK) di akun Facebook (FB) itu berkumpul di Ngerangan Kecamatan Bayat, Minggu (26/3/2017) pukul 07.00 WIB.

Advertisement

Mereka berasal dari berbagai penjuru di Kabupaten Bersinar. Dengan memakai kaos warna hitam, anggota ICK itu berkumpul di dekat rumah warga Ngerangan, Mbah Ngadinem, 70, dan Mbah Lasinem, 65.

Sambil membawa gergaji, petel, dan alat tukang lainnya, kawula muda itu mendengarkan arahan koordinator lapangan (korlap) bakti sosial (baksos) ICK, Aris Sofyan. Oleh Aris, sejumlah anggota ICK dibagi menjadi dua kelompok.

Advertisement

Sambil membawa gergaji, petel, dan alat tukang lainnya, kawula muda itu mendengarkan arahan koordinator lapangan (korlap) bakti sosial (baksos) ICK, Aris Sofyan. Oleh Aris, sejumlah anggota ICK dibagi menjadi dua kelompok.

Satu kelompok ditugasi membedah rumah milik Mbah Ngadinem. Kelompok lainnya, membedah rumah milik Mbah Lasinem. “Proses bedah rumah ini satu hari langsung jadi. Kalau di rumah Mbah Ngadinem bedah rumahnya dari nol[seluas 3 meter X 7 meter]. Sedangkan, rumah Mbah Lasinem tinggal menambah dinding rumah, mebel, dan sejenisnya [seluas 3 meter X 8 meter]. Teman-teman ICK yang hadir di sini sudah mengetahui tugasnya masing-masing. Makanya, kami hanya butuh sehari. Ini baksos bedah rumah kali keempat [baksos serupa pernah dilaksanakan di Wedi, Polanharjo, dan Ngawen],” kata Aris Sofyan, saat ditemui Solopos.com, di sela-sela bedah rumah di Ngerangan Kecamatan Bayat.

Bagi Tugas

Advertisement

Anggota ICK yang cewek juga tak mau kalah. Mereka tak canggung mengusung batako atau mengangkat bolo pecah di rumah Mbah Ngadinem. “Target awal, jumlah anggota yang terlibat bedah rumah ini mencapai 200-an orang. Biasanya, total anggaran bedah rumah untuk satu unit rumah mencapai Rp7 juta-Rp8 juta. Sumber dana berasal dari iuran teman-teman ICK,” kata Ketua ICK, Doni Wahyono.

Doni mengatakan baksos ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan anggota ICK setiap bulannya. Baksos ICK biasanya diwujudkan dalam bentuk donasi atau bedah rumah.

“Untuk kali ini, kami melakukan bedah rumah. Lokasi bedah rumah ini merupakan usulan anggota ICK yang sudah kami survei di waktu sebelumnya. Di sini, kami ingin memberikan manfaat bagi orang lain.

Advertisement

Tak ingin kalah dengan kegesitan anggota ICK, para tetangga Mbah Lasinem dan Mbah Ngadinem di Ngerangan juga turut gotong royong. Para tetangga Mbah Lasinem dan Mbah Ngadinem itu juga berbagi tugas untuk membuat reng dari bambu tak jauh dari rumah Mbah Ngadinem.

“Kami memang ingin gabung dengan mas dan mbak di sini. Kami bisanya urun tenaga dengan sukarela,” kata tetangga Mbah Ngadinem dan Mbah Lasinem, yakni Sukarjo, 63.

Keponakan Lasinem, yakni Poniman, mengaku berterima kasih atas kepedulian ICK yang bersedia membedah rumah buliknya. Selama ini, Lasinem hanya tinggal sebatang kara di belakang rumah adiknya, Sukisno.

Advertisement

“Mbah Lasinem sudah sepuh. Aktivitasnya, menggoreng intip dan dijual ke warung-warung di dekat sini. Saya yang menjual intip gorengnya. Sebagai anggota keluarga, saya ingin mendoakan mas dan mbak di ICK itu semakin rukun dan sukses,” katanya.

Kepala Desa (Kades) Ngerangan, Sri Hardono, mengapresiasi langkah anggota ICK. Selama ini, Pemerintah Desa (Pemdes) Ngerangan juga sudah berusaha membedah rumah dengan program  pemugaran Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).

“Tahun 2015 sudah ada bantuan dari kementerian perumahan rakyat (kemenpera) sebanyak 300 unit rumah. Di tahun 2016 ada bantuan provinsi sebanyak 120 unit. Saat ini, tinggal 40 rumah yang perlu diberikan program itu. Untuk rumah Mbah Ngadinem belum masuk program karena yang bersangkutan ngindung di lahan keponakannya, Waginem. Jadi, Mbah Ngadinem yang pindahan dari Gunungkidul, Jogja itu belum punya kartu keluarga (KK) di sini. Hal yang sama juga dialami Mbah Lasinem yang belum memiliki KK di sini,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif