Jogja
Minggu, 26 Maret 2017 - 07:20 WIB

LEPTOSPIROSIS GUNUNGKIDUL : Wardani Meninggal Tanpa Tahu Penyakitnya

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wiji lestari menunjukkan foto suaminya, Wardani yang telah meninggal akibat terjangkit virus laptospirosis, di rumahnya Dusun Nagndongsari, Desa Patuk, Kecamatan Patuk, Gunungkidul. Kamis (23/3/2017). (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Leptospirosis Gunungkidul, pasien rerata bekerja sebagai petani

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL — Virus leptospirosis seketika menjalar ke seluruh organ tubuh, mengeliminasi fungsi organ tubuh satu persatu hingga membuat penderitanya meninggal. Virus yang disebabkan tikus itu kebanyakan menyerang para petani.

Advertisement

Di dalam kamar perawatan intensif Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito Jogja, Wiji Letari, 57, pingsan tak sadarkan diri selama beberapa jam. Dia tak kuasa menerima kenyataan bahwa suaminya, Wardani, 65, tengah menghadapi masa-masa sulit akhir hayatnya.

Wardani, petani asal Dusun Angandongsari, Desa Patuk, Kecamatan Patuk, Gunungkidul itu kondisinya kritis. Tubuhnya terbujur lemas, sekali waktu saat buang air kecil, urine yang dikeluarkanya sudah bercampur darah. Beberapa kali dia juga muntah darah. Sementara fisiknya sudah terlihat berbeda dari biasanya. Bola matanya terlihat menguning, pun juga dengan kulit di sekujur tubuhnya yang menguning pucat.

Advertisement

Wardani, petani asal Dusun Angandongsari, Desa Patuk, Kecamatan Patuk, Gunungkidul itu kondisinya kritis. Tubuhnya terbujur lemas, sekali waktu saat buang air kecil, urine yang dikeluarkanya sudah bercampur darah. Beberapa kali dia juga muntah darah. Sementara fisiknya sudah terlihat berbeda dari biasanya. Bola matanya terlihat menguning, pun juga dengan kulit di sekujur tubuhnya yang menguning pucat.

Perubahan fisik itu lantaran peredaran darahnya tak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Liver Wardani telah mengalami pembengkakan, sementara ginjalnya juga telah terinveksi sehingga tak dapat berfungsi dengan maksimal. “Kami akan berusaha menolong, tapi kalau tidak bisa ya diikhlaskan saja ya bu,” kata Wiji menirukan perkataaan dokter kepadanya.

Kamis (16/2/2017) malam sekitar pukul 22.00 WIB, kondisi Wardani memburuk, tim medis RSUP Sardjito menyalakan alat kejut jantung, lantaran nafasnya sudah mulai terhenti. Beberapa kali dadanya ditempel dengan alat kejut, namun Wardani tak bereaksi.

Advertisement

Virus yang menular melalui urine tikus itu diduga kuat dugaan menjangkit Wardani saat dia berada di sawah. Saat hari terakhirnya ke sawah pada waktu itu, Wardani memiliki luka di kakinya yang di sebabkan kutu air. Sering kali dia telanjang kaki saat di sawah sangat memungkinkan terkena leptospirosis.

Wiji bercerita satu waktu pada awal bulan dua 2017. Mual dan nglilu mirip gejala masuk angin dirasakan oleh suaminya. Sore itu dia baru saja pulang dari sawah, bergegas mandi dan meminta sang istri untuk memijatnya.

Tidak hanya memijat, Wiji juga kemudian menggunakan koin dan balsem mengerok punggung suaminya dengan maksud, angin yang ada di dalam tubuh  keluar. Hal itu lantaran suaminya terus mengeluhkan masuk angin.

Advertisement

Setelahnya, Wardani tak membaik. Dia kemudian memutuskan untuk periksa ke bidan desa. Namun perutnya malah sakit setelah mengkonsumsi obat dari bidan. Sekitar sepekan setelah gejala tersebut dirasakan, Wardani akhirnya di bawa ke Puskesman Patuk I untuk mendapatkan perawatan intensif.

“Kami bawa ke Puskesmas katanya tertena gejala letopirosis atau hepatitis. Puskesmas tidak dapat memastikan kemudian dirujuk ke RSUP Dr Sardjito, tapi tidak ada satu hari di rawat di sana [RSUP Dr. Sardjito] bapak [Wardani] sudah meninggal,” kata Wiji saat ditemui Harian Jogja, Kamis (23/3/2017).

Sudah lebih dari satu bulan sejak kematian suaminya, kini Wiji tampak lebih tegar. Namun air mukanya berubah ketika ditanya perihal kenangan yang ditinggalkan suaminya. Kadang kala dia masih terbayang setiap kebaikan-kebaikan kecil suaminya yang dikenalnya tak pernah pamrih.

Advertisement

Dia ingat betul setiap ada sekumpulan anak-anak sedang bermain di pelataran rumah, pasti dibagikan makanan oleh bapak dua anak itu. Suatu ketika yang ada di rumah hanya kerupuk yang akan digunakan untuk lauk makan. Namun tanpa pikir panjang dibagikannya kepada anak-anak.

“Setiap panen kacang panjang atau kacang tanah pasti hasil panen yang sampai rumah tingggal sedikit. Bapak biasanya membagikanya kepada tegangga dulu sebelum di sampai rumah,” kata dia.
Petani Rentan Terhadap Leptopirosis

Kepala Puskesmas I Patuk, Sukahar menyebut petani memiliki kerentanan yang tinggi terhadap serangan virus yang disebabkan oleh tikus itu. Pasalnya aktifitas petani sangat dekat dengan tikus yang biasanya berkembang biak di sawah.

“Selama ini petani itu tidak menggunakan alas kaki kalau di sedang di sawah. Padahal misalnya ada luka di kaki sedikit saja akibat garukan tangan terus menginjak kencing tikus, bisa jadi sarana terjangkitnya virus itu” kata dia.

Dia mencatat terdapat empat pasien leptospirosis yang datang ke Puskesmas sejak Februari 217. Satu orang dinyatakan sembuh, namun tiga pasien dirujuk ke rumah sakit dan akhirnya meninggal lantaran konsidinya sudah memburuk.

“Hanya satu yang positif leptospirosis, lainya baru dugaan. Dan mereka yang datang ke Puskesmas kondisinya memang sudah memburuk atau sudah terlambat. Dan karena kami tidak memiliki fasilitas lengkap maka kami rujuk ke rumah sakit,” kata dia.

Kecamatan Patuk merupakan salah satu daerah yang banyak terkena penyakit leptospirosis. Kecamatan yang berbatasan langsung dengan wilayah Bantul itu terdapat enam orang meninggal akibat penyakit tersebut, salah satunya Wardani.

Sementara Data dari Dinas Kesehatan Gunungkidul mencata sebaran penyakit leptospirosis melonjak tajam bila dibandingkan dengan jumlah kasus yang terjadi di 2016 lalu. Memasuki akhir Maret, warga yang terkena penyakit itu mencapai 34 jiwa. Dari jumlah itu, sepuluh warga di ataranya meninggal dunia. Sementara, di tahun lalu hanya tiga orang yang meninggal karena leptospirosis.

Kepala Seksi Pengendalian Penyebaran Penyakit Tidak Menular dan Zoonensis, Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Gunungkidul Yudo Hendratmo menuturkan, sebaran penyakit leptospirosis meningkat drastic jika dibandingkan dengan jumlah kasus di 2016. Hingga akhir Maret ini terdapat 34 kasus, dengan rincian 15 kasus bersifat suspect dan 19 kasus lainnya dinyatakan positif setelah melalui uji laboratorium.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif