Soloraya
Minggu, 26 Maret 2017 - 17:40 WIB

Bentrokan Pendekar di Sragen akan Diselesaikan Secara Organisasi

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi perkelahian (JIBI/Solopos/Dok.)

Insiden bentrok antara dua kelompok pendekar PSHT Tanon akan diselesaikan secara internal di organisasi.

Solopos.com, SRAGEN — Insiden bentrokan antara dua kelompok pendekar Perguruan Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) yang terjadi di Dukuh Tegalsari, Desa Ketro, Tanon, Sragen, Jumat (24/3/2017) pukul 17.30 WIB segera diselesaikan lewat jalur organisasi.

Advertisement

Upaya damai itu direspons positif Polres Sragen namun hingga Minggu (26/3/2017) proses hukum masih berjalan. Sebelumnya Polres Sragen menetapkan enam tersangka atas insiden perkelahian tersebut.

Hingga Minggu, Kasatreskrim Polres Sragen AKP Supadi mewakili Kapolres Sragen AKBP Cahyo Widiarso kepada Solopos.com mengatakan hanya tiga orang yang ditahan di Mapolres Sragen, yakni Sumarwan, 36, Amirudin, 27, dan Oki Wawan Saputro, 26. Tiga orang lainnya, yakni MZ, 16, sempat diamankan kemudian dipulangkan kepada orang tuanya karena masih anak-anak; kemudian dua orang lainnya Im, 22, dan Hs, 28, masih dicari polisi.

Advertisement

Hingga Minggu, Kasatreskrim Polres Sragen AKP Supadi mewakili Kapolres Sragen AKBP Cahyo Widiarso kepada Solopos.com mengatakan hanya tiga orang yang ditahan di Mapolres Sragen, yakni Sumarwan, 36, Amirudin, 27, dan Oki Wawan Saputro, 26. Tiga orang lainnya, yakni MZ, 16, sempat diamankan kemudian dipulangkan kepada orang tuanya karena masih anak-anak; kemudian dua orang lainnya Im, 22, dan Hs, 28, masih dicari polisi.

Ketua Bidang Organisasi Cabang PSHT Sragen, Bambang Mantri, saat dihubungi Solopos.com, Minggu siang, mengklaim laporan dari Widiyanto, 30, warga Dukuh Tegalsari RT 010, Ketro, dan laporan dari Nurseta Satria Putra, 26, warga Dukuh/Desa Gabugan RT 011 sudah dicabut semua. Dia menyampaikan mereka berdua sama-sama membuat laporan ke Polsek Tanon karena merasa sebagai korban.

“Awalnya Widi [Widiyanto] yang siswa PSHT itu ramai dengan orang yang bukan siswa PSHT, yakni MZ, orang Gabugan. Ya, anak muda kan hanya dipandangi jadi masalah dan berkelahi. Kemudian kakak ipar MZ, Nurseta, datang untuk mendamaikan tetapi terlambat. Nurseta ini orang PSHT,” ujar Bambang.

Advertisement

“Ya, kami mengupayakan hari ini [kemarin] untuk pembebasan mereka tetapi Kapolres masih di luar kota. Kemungkinan ya Senin [27/3/2017] besok. Kami mengimbau agar persoalan itu tidak terulang lagi,” katanya.

Bambang berencana menyelesaikan persoalan itu secara organisasi. Anggota PSHT yang terlibat dalam insiden di Ketro, kata dia, akan dikenai peringatan tertulis. “Kalau nantinya masih nekat maka kartu tanda anggota [KTA] akan dicabut. Bila mengulangi lagi akan dikeluarkan dari organisasi. Mereka itu baru kali pertama melakukan kenalakan remaja semacam itu,” imbuhnya.

Kasus tersebut ditangani Polsek Tanon. Khusus kasus MZ diserahkan ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Sragen karena masih anak-anak. Sementara itu, Kapolsek Tanon AKP Agus Jumadi mewakili Kapolres Sragen menyatakan belum ada pencabutan laporan hingga Minggu siang, baik dari Widiyanto maupun dari Nurseta.

Advertisement

Dia menjelaskan Widiyanto melaporkan MZ yang diduga menganiayanya, sementara Nurseta yang juga kakak ipar MZ melaporkan lima orang yang diduga mengeroyoknya. “Saya memang dapat informasi mau diselesaikan secara kekeluargaan. Pencabutan yang dimaksud mungkin kesepakatan di internal organisasi. Kalau dari Polsek masih menunggu petunjuk dari Kapolres Sragen karena pencabutan perkara itu wewenang pimpinan. Sampai sekarang tiga orang masih ditahan di Mapolres Sragen. Kalau yang MZ ditangani Unit PPA Satreskrim Polres Sragen,” imbuhnya.

Kasatreskrim Polres Sragen, AKP Supadi, mewakili Kapolres menyatakan proses hukum kasus pelanggaran 170 KUHP tentang pengeroyokan dan 351 KUHP tentang penganiayaan itu masih jalan terus. Dia menyampaikan dua tersangka yang belum tertangkap masih dicari polisi. Sementara untuk kasus MZ, ujar dia, kemungkinan ke arah diversi.

“Kalau ada upaya kekeluargaan di luar koridor hukum yang ditangani polisi justru lebih baik. Masing-masing pihak nanti bisa dijamin keluarganya. Dalam proses hukum, Polres melihat dari beberapa aspek hukum. Sampai detik ini [Minggu], perkara masih berjalan. Nantinya kami akan mempertimbangkan bila kasus Ketro ini berdampak pada persoalan yang lebih besar. Kalau mereka ingin mencabut ya silakan itu hak mereka,” imbuhnya.

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif