Jogja
Sabtu, 25 Maret 2017 - 07:20 WIB

UMKM KULONPROGO : Sedoyong Setia Produksi Arang untuk Asap Dapur Rumah

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Proses pembakaran untuk menghasilkan arang memakan waktu hingga 2 hari selama musim penghujan. Asap tebal keluar dari tungku pembakaran arang milik Arif, salah satu pengrajin arang di Dusun Dusun Sedoyong Kembang, Jatimulyo, Girimulyo pada Jumat (17/3/2017). (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

UMKM Kulonprogo kali ini mengenai produksi arang di Sedoyong.

Harianjogja.com, KULONPROGO — Produksi arang kayu tradisonal masih marak dilakukan warga Dusun Sedoyong Kembang, Jatimulyo, Girimulyo hingga kini. Eksistensi arang sendiri kini makin tergusur dengan keberadaan bahan bakar fosil seperti gas maupun briket.

Advertisement

Arif merupakan salah satu warga dusun tersebut yang masih menekuni pekerjaan pembuat arang tradisional ini sejak bertahun-tahun lalu. Dalam sekali proses produksi, ia menghabiskan paling tidak 1 kunik kayu yang diproses menjadi 6 karung besar arang. Hasil produksinya dijual kepada sejumlah pengepul di Wates dan Sedayu, Bantul dengan harga Rp50.000 hingga Rp56.000 per karung.

“Biasanya dijual lagi ke pedagang sate dan siapa yang membutuhkan arang,”ujarnya sambil mengerjap matanya yang terkena asap saat wartawan ditemui pada Jumat (17/3/2017).

Kala itu, ia memang berkutat dengan salah satu proses pembuatan arangnya. Belum lama ia mulai memantik bara api di areal pembakarannya. Kayu mentah disusun rapi dengan begitu rapat hingga berbentuk kubus lalu disulut api.

Advertisement

Api dinyalakan di bagian bahwa kubus yang memiliki celah sempit. Celah inilah yang menjadi tungku pembakaran utama agar api berkobar dan membakar kayu hingga menjadi arang. Sembari terus bercerita, pria ini gagah berani menghadapi gumpalan asap tebal berwarna pekat yang keluar dari kubus kayu kreasinya. Padahal asap itu dipastikan membuat matanya perih apalagi kayu yang digunakan masih sedikit lembab. Arif menerangkan jika musim hujan menyulitkan kinerja karena kayu masih basah sehingga asap yang dihasilkan semakin tebal.

Belum lagi proses pembakaran akan semakin memakan waktu hingga 2 hari lamanya. Semakin tinggi curah hujan maka semakin lama pula proses pembuatan arang yang dibutuhkan. Padahal, api harus terus menyala agar arang sempurna tercipta. Arif juga tak lupa mengoleskan tanah liat dan tumpukan daun di bagian atas kubus. Berdasarkan pengalaman, ia tahu seberapa tebal tanah liat yang dibutuhkan bergantung pada banyaknya kayu.

Menurutnya, tanah liat membuat nyala api terjaga stabil, api tak tertiup angin, dan proses pembakarannya sempurna. Sementara tumpukan dedaunan membuat menjaga nyala api tidak terlalu besar sehingga membakar habis arang. Arif biasa menggunakan jenis kayu keras seperti mahoni dan sonokeling sebagai bahan baku arangnya. Kayu jenis keras dipercaya dapat menghasilkan arang dengan nyala api yang awet dan bagus sehingga terus dipercaya konsumennya. Kepercayaan konsumen menjadi penting bagi Arif karena arang produksinya lah yang terus menghasilkan asap di dapur rumahnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif