Soloraya
Sabtu, 25 Maret 2017 - 12:00 WIB

KESEHATAN SOLO : Program Ketuk Pintu, DKK Ungkap 10 dari 100 Warga Solo Positif TB

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi aksi sosialisasi tentang bahaya penyakit tuberculosis (TBC) (JIBI/Solopos/Dok.)

Kesehatan Solo, Pemkot berupaya menekan penularan penyakit tuberkulosis.

Solopos.com, SOLO — Dinas Kesehatan Kota (DKK) menemukan satu dari 10 warga positif tuberkulosis (TB). Hal ini merujuk hasil pemeriksaan dalam program ketuk pintu yang dijalankan DKK sejak awal Maret lalu.

Advertisement

“Kasus TB ibarat fenomena gunung es. Saat ini Indonesia berada di peringkat kedua dengan jumlah TB terbanyak setelah India,” kata Kepala DKK Solo Siti Wahyuningsih kepada wartawan di Balai Kota Solo, Jumat (24/3/2017).

Ia menyebut penyakit TB sangat berbahaya, bahkan bisa mematikan. Penyebabnya adalah bakteri yang menyebar di udara melalui semburan air liur dari batuk atau bersin pengidap TB. Nama bakteri tersebut adalah mycobacterium tuberculosis.

Guna menekan penyebaran tersebut, DKK telah melaksanakan program ketuk pintu sejak awal Maret lalu. Program ini sekaligus dalam rangkaian memperingati Hari TB Sedunia. Petugas puskemas, rumah sakit, dan tenaga medis setiap hari Jumat secara intensif mendatangi masyarakat untuk menemukan warga penderita tuberkolosis.

Advertisement

Program yang diberi nama ketuk pintu tuberkolosis ini menargetkan seluruh pengidap TB dapat terdeteksi dan diobati secara optimal. Pihaknya bertekat menemukan pengidap sebanyak-banyaknya untuk kemudian diobati. Kuncinya TOSS, yaitu temukan obati sampai sembuh.

“Dari 100 sampel dahak yang diperiksa, 10 sampel positif TB,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Penyakit dan Penyehatan DKK, Efi S. Pertiwi, mendampingi Siti Wahyuningsih.

Kepala Balai Besar Kesehatan Patu Masyarakat (BBKPM) Solo, Riskiyana S. Putra mengatakan Kota Solo masuk sebagai daerah berisiko tinggi dalam penyebaran TB. Selain padat penduduk, Solo juga merupakan daerah dengan mobilitas penduduk cukup tinggi.

Advertisement

“Banyak pasien TB yang datang terlambat memeriksakan kondisinya. Jadi datang sudah dalam kondisi batuk berdarah,” kata dia.

Padahal dalam satu tahun pasien TB dapat menginfeksi 10-15 orang di sekitarnya. Dengan demikian penanganan TB pun tidak hanya berhenti pada penderita TB, namun mereka yang berada di lingkungan sekitar penderita TB. Hal ini lantaran mereka dikhawatirkan juga tertular TB. “Jadi penanganannya komprehensif,” kata dia.

Sejuah ini pula banyak penderita penyakit TB yang enggan melaporkan kasusnya ke Puskesmas maupun layanan kesehatan lain. Sebagian lagi bahkan takut memeriksakan penyakit tersebut. Mereka khawatir vonis penyakit TB bisa berdampak pada nasib pekerjaan dan lain sebagainya. Ancaman inilah yang biasanya ditakuti dari para penderita TB.

“Di Indonesia terdapat 1 juta kasus TB, dimana 324.000 ternotifikasi oleh program. Namun 680.000 atau 68% kasus TB belum tertangani atau diobati,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif