Soloraya
Sabtu, 25 Maret 2017 - 20:00 WIB

Keluarga Terkendala Biaya, Jenazah Painem Sempat Tertahan di RS Klaten

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Joko Supriyono, 54, dan Sri Sulasih menunggu di depan kamar jenazah RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten, Sabtu (25/3/2017). Mereka kebingungan mengambil jenazah kerabatnya bernama Painem, 50, lantaran terkendala biaya. (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Jenazah janda miskin sempat tertahan di RS Klaten.

Solopos.com, KLATEN – Jenazah Painem, 50, sempat tertahan di ruang jenazah RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, Sabtu (25/3/2017). Hal itu karena biaya pengambilan jenazah dari rumah sakit tak bisa dibayar oleh kerabatnya.

Advertisement

Painem merupakan warga yang sebelumnya ditemukan meninggal dunia di belakang Masjid Raya Klaten yang berdekatan dengan kompleks Pasar Induk Klaten, Jumat (24/3/2017) pagi. Ia diduga mengalami sakit jantung.

Awalnya, identitas korban tak diketahui. Namun, setelah jenazah korban dibawa kepolisian ke RSUP, sejumlah warga mengaku sebagai kerabatnya dan diketahui korban bernama Painem. Hanya, saat berniat membawa jenazah Painem, keluarga kebingungan melunasi biaya administrasi.

Advertisement

Awalnya, identitas korban tak diketahui. Namun, setelah jenazah korban dibawa kepolisian ke RSUP, sejumlah warga mengaku sebagai kerabatnya dan diketahui korban bernama Painem. Hanya, saat berniat membawa jenazah Painem, keluarga kebingungan melunasi biaya administrasi.

Salah satu warga Desa Jebugan, Kecamatan Klaten Utara, Joko Supriyono, 54, mengatakan jenazah Painem masih satu kerabat dengan istrinya, Sri Sulasih, 47.

“Saat itu saya bekerja [tukang parkir] diberi tahu orang. Katanya kerabat istri saya ada yang meninggal. Saya tahunya juga baru itu kalau ternyata ia masih kakak istri saya. Selama ini saya tahunya istri saya awalnya sebatang kara,” kata Joko saat ditemui di RSUP, Sabtu.

Advertisement

Lantaran tak punya uang, Joko dan Sri Sulasih kebingungan. “Sampai sekarang belum bisa keluar karena keadaan biaya. Dari petugas bilangnya harus ada pembayaran ke bagian administrasi dulu. Padahal rencananya mau segera dimakamkan agar semua bisa tenang. Jujur saja, kalau uang segitu saya tidak punya. Saya masih bingung harus bagaimana, ” urai dia.

Hidup Sebatang Kara

Joko mengatakan dari cerita yang ia peroleh Painem sekitar tiga tahun terakhir hidup sebatang kara. Suaminya meninggal dunia sementara ia tak memiliki anak. Sejak hidup sebatang kara, Painem tinggal di pasar dan berjualan serabutan seperti arang serta garam.

Advertisement

“Alamat di KTP itu Desa Karanglo, Kecamatan Klaten Selatan. Tetapi, sejak hidup sendiri, ia tinggal menggelandang di pasar. Dua bulan sekali istri saya mendatanginya di pasar,” katanya.

Sri Sulasih memastikan Painem merupakan kakaknya. Selama ini, Painem tinggal di pasar dan mencukupi kebutuhan hidupnya dari berjualan secara serabutan. “Korban merupakan kakak saya. Jadi, ayah saya dan dia itu sama,” urai dia.

Staf Humas RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, Martha Christa Uli, mengatakan RSUP tidak bermaksud menahan jenazah korban. Saat dibawa ke RSUP, identitas korban belum jelas serta belum ada warga yang mengaku sebagai keluarga. Lantaran awalnya identitas korban tidak diketahui, pengelola rumah sakit sudah berkoordinasi dengan Dinsos PPA dan KB Klaten soal pengurusan jenazah yang menjadi tanggungan negara.

Advertisement

“Kemarin kan tidak ada keluarganya, maka pemakaman menunggu dari dinas terkait. Tetapi, karena ini sudah ada orang yang mengaku sebagai keluarga, proses administrasi diubah. Kami sebenarnya tidak menahan jenazah, tetapi karena ada keluarga, administrasi dipenuhi,” katanya.

Relawan

Ia menjelaskan untuk proses administrasi keluarga membawa surat pengantar visum dari kepolisian. Selain itu, keluarga juga memenuhi persyaratan termasuk jaminan untuk biaya pengurusan jenazah selama di rumah sakit. Jika keluarga dari kalangan warga miskin, untuk membawa jenazah bisa segera dimakamkan tanpa harus melunasi seluruh biaya administrasi.

“Keluarga mencari surat pengantar visum ke kepolisian nanti surat pengantar dibawa ke RSUP. Dari surat pengantar itu berarti sudah diakui sebagai keluarga dan seluruh administrasi menjadi tanggungan keluarga. Misalnya dari keluarga tidak mampu bisa menitip uang dulu berapapun dengan meninggalkan fotokopi kartu keluarga dan nomor ponsel. Jadi, sisanya nanti masuknya ke piutang. Setelah itu bisa mengajukan permohonan keringanan ke direktur rumah sakit,” katanya.

Sementara itu, kabar soal keluarga Painem kebingungan menyelesaikan biaya administrasi pengambilan jenazah yang beredar melalui media sosial membuat berbagai sukarelawan berdatangan. Sukarelawan itu seperti TRC BPBD, Sernu, Rapi, serta ISK. Jenazah Painem akhirnya bisa dibawa keluarga dan dimakamkan di Kompleks Makam Tegal Binangun, Karanganom, Klaten Utara, Sabtu sekitar pukul  14.10 WIB.

“Alhamdulillah tadi keluarga tidak harus meninggal jaminan untuk membawa jenazah. Urusan administrasi rumah sakit dibiayai Dinsos PPA dan KB, ambulans dan peti jenazah dari sukarelawan sementara urusan makam oleh Paguyuban Alun-alun Klaten. Sebenarnya ini hanya persoalan miskomunikasi karena saat ditemukan memang tidak ada yang mengaku sebagai keluarga. Ternyata ada keluarga dan kondisinya tidak mampu,” kata salah satu sukarelawan Indiarto.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif