Jogja
Jumat, 24 Maret 2017 - 17:20 WIB

KEMISKINAN GUNUNGKIDUL : Pemkab Menilai Data BPS Dinilai Tak Valid, Ini Alasannya

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Kelompok Tani Dadi Makmur, Purwanto menunjukkan sejumlah karung berisi gabah yang berada di rumahnya Dusun Candi, Desa Kampung, Kecamatan Ngawen. Kamis (23/3/2017). (JIBI/Irwan A. Syambudi)

Kemiskinan Gunungkidul masih menjadi pekerjaan yang harus ditangani

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul menilai data kemiskinan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tidak valid. Pemkab mengklaim metode pengumpulan data yang dilakukan BPS tidak sesuai fakta.

Advertisement

Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah, yang juga Wakil Bupati Gunungkidul, Imawan Wahyudi menyebut data yang dikeluarkan BPS tak sesuai fakta.

“Metode yang dilakukan hanya acak dan tidak dapat menyajikan fakta di lapangan berbentuk data yang akurat. Kami sudah cek fakta di lapangan, terutama ke para petani,” katanya, Kamis (23/3/2017).

Advertisement

“Metode yang dilakukan hanya acak dan tidak dapat menyajikan fakta di lapangan berbentuk data yang akurat. Kami sudah cek fakta di lapangan, terutama ke para petani,” katanya, Kamis (23/3/2017).

Menurutnya jika menilik data yang disajikan oleh BPS, angka kemiskinan yang tinggi disebabkan salah satunya karena tingkat pengeluaran dan pendapatan petani tidak sebanding. Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat petani hanya bisa memenuhi kebutuhan makan melalui hasil yang mereka tanam.

Padahal saat dia mengecek langsung ke lapangan, sejumlah kelompok tani sudah bergeliat. Mereka sudah dapat memenuhi kebutuhan makan, menjual sebagian hasil pertanian, bahkan dapat menyimpan cadangan pangan untuk waktu yang cukup lama.

Advertisement

Hal itu, menurut Immawan sudah dapat menjadi salah satu fakta lapangan yang dapat menyangkal data yang disajikan BPS. Pasalnya data BPS menunjukkan bahwa petani di Gunungkidul berada di tengah garis kemiskinan. “Metode pengumpulan data BPS harus diperbaiki, dan kami siap diajak diskusi,” jelasnya.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan, Kabupaten Gunungkidul, Bambang Wisnu Broto menambahkan bahwa BPS memang kurang valid. Terlebih kata dia dalam sensus pertanian yang juga dijadikan sebagai rujukan data kemiskinan tidak akurat.

Menurutnya dalam metode acak yang dilakukan pada petani yang jumlahnya tak seberapa itu kemudian dijadikan acuhan. Padahal banyak diantara petani yang telah dapat mandiri dan memiliki lumbung pangan sendiri. “Bahkan banyak dari mereka yang masih bisa menjual hasil pertanianya,” kata dia.

Advertisement

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Dadi Makmur, Dusun Candi, Desa Kampung, Kecamatan Ngawen, Purwanto mengaku selama ini kelompoknya mampu memiliki cadangan pangan hingga belasan ton. Mereka membentuk koperasi tani dan menjual sisa hasil panen ke Bulog.

“Ini masih ada 10 ton yang siap untuk diambil Bulog,” kata Purwanto.

Dia mencontohkan dari satu hektare sawah miliknya dia dapat menghasilkan dua ton gabah. Biasanya satu ton gabah dari hasil panenya akan dijual, sedangkan satu ton sisanya untuk konsumsi sendiri.

Advertisement

Sebelumnya, Kepala BPS Kabupaten Gunungkidul, Sumarwiyanto mengatakan prosentase kemiskinan merupakan data yang diperoleh dari perhitungan jumlah pengeluaran dan pendapatan penduduk. Dan menurutnya data yang disajikan adalah data valid yang telah sesuai dengan standart perhitungan statistik nasional.

“Data yang di dapatkan berdasarkan pengeluaran baik makanan dan non makanan,” kata dia.

Data terakhir yang dimiliki BPS pada 2015, Gunungkidul memiliki angkat kemiskinan tertinggi di DIY yakni sebesar 21,7%. “Iya Gunungkidul memiliki angkat kemiskinan tertinggi di DIY, tapi angkanya berbeda tipis dengan Kabupaten Kulonprogo,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif