News
Jumat, 24 Maret 2017 - 13:00 WIB

Asyik, Mahasiswa Miskin Bisa Kuliah Kedokteran dengan UKT Rp0

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi ijazah (JIBI/Dok)

Menristekdikti mengungkapkan mahasiswa dari kalangan tak mampu tetap bisa kuliah kedokteran.

Solopos.com, JAKARTA —  Pemerintah menjamin mahasiswa miskin namun berprestasi bisa kuliah di fakultas kedokteran melalui penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Rp0.

Advertisement

“Melalui UKT, mahasiswa kalangan tidak mampu tidak perlu membayar uang semester (Rp0), sedangkan mahasiswa mampu lainnya membayar UKT sesuai kemampuan orang tua, subsidi silang. Sehingga muncul sistem pembiayaan berkeadilan,” ujar Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir di Jakarta, Jumat (24/3/2017).

Dia mengatakan pada 2012, Ditjen Pendidikan Tinggi telah menyusun analisis biaya per unit pendidikan kedokteran per semester dengan pendekatan berdasarkan aktivitas, yang selanjutnya juga menjadi dasar perhitungan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk pendidikan kedokteran di PTN sesuai Permendikbud No 73/2014.

Berdasarkan analisis tersebut diperoleh UKT Pendidikan dokter Rp12.694.000. Dalam penerapannya di perguruan tinggi negeri, UKT Pendidikan Dokter mulai dari Rp0 hingga maksimal Rp25.000.000 (kelas tertinggi).

Advertisement

Dengan berlakunya UKT, mahasiswa di perguruan tinggi negeri hanya membayar uang semester, tidak ada lagi uang pangkal dan biaya lainnya. Menristekdikti menegaskan negara hadir melalui berbagai skema pembiayaan dan beasiswa untuk memberikan akses bagi calon mahasiswa dari kalangan tidak mampu untuk meraih impian menjadi dokter.

Selain melalui sistem UKT, kalangan dari keluarga tidak mampu juga dijamin aksesnya mengenyam pendidikan dokter melalui pemberian beasiswa. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang 20/2013 mengenai adanya beasiswa dan bantuan biaya pendidikan untuk mahasiswa dan dosen (Pasal 32 – 35).

Saat ini beasiswa dan bantuan biaya pendidikan untuk mahasiswa dan dosen kedokteran telah dikeluarkan melalui program Bidikmisi, LPDP, dan juga Program Beasiswa Afirmasi.

Advertisement

Pada 2017, Kemristekdikti menyiapkan beasiswa Bidikmisi bagi 90.000 mahasiswa Indonesia yang terbuka bagi seluruh fakultas dan program studi. Selain skema beasiswa di atas, beberapa universitas juga telah membuat program terobosan untuk membuka akses pendidikan kedokteran.

Universitas Padjajaran contohnya, sejak tahun lalu telah menggratiskan biaya pendidikan bagi para mahasiswa kedokteran. Para mahasiswa memperoleh beasiswa dari kota/kabupaten di Jawa Barat, termasuk dari instansi swasta dengan kewajiban setelah mereka lulus sebagai dokter harus bekerja di Jawa Barat di wilayah/instansi yang ditentukan.

Menristekdikti menjelaskan ada banyak faktor yang menyebabkan biaya pendidikan kedokteran mahal dibandingkan bidang pendidikan lainnya karena untuk menghasilkan seorang dokter profesional dan andal diperlukan sumber daya yang besar dan berkualitas, sejak tahap pendidikan akademik (pre-klinik), profesi (klinik/co-ass), hingga Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).

“Pendidikan kedokteran membutuhkan sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum, rumah sakit pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran, serta wahana penelitian yang sesuai dengan Standar Pendidikan Profesi Dokter (SPPD) dan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Untuk itu, dibutuhkan sumber daya yang besar (termasuk biaya yang besar) untuk mendirikan dan mengimplementasikan pendidikan kedokteran pada fakultas kedokteran,” papar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif