News
Selasa, 21 Maret 2017 - 17:38 WIB

Pakar Linguistik UI Nilai Kata "Dibohongi" Ahok Bermakna Konotatif

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memasuki ruang persidangan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Muhammad Adimaja)

Pakar linguistik UI menilai kata “dibohongi” dalam pidato Ahok di Kepulauan Seribu bermakna konotatif.

Solopos.com, JAKARTA — Ahli linguistik dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Rahayu Surtiati Hidayat, dihadirkan dalam lanjutan sidang kasus dugaan penodaan agama, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3/2017). Menurutnya, konteks kata “dibohongi” dalam pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak mengungkapkan makna sebenarnya.

Advertisement

Menurut Rahayu, kata “dibohongi” yang digunakan Ahok dalam pidatonya di Kepulauan Seribu itu adalah kata pasif. “Kalau aktifnya itu membohongi. Misalnya, “Ahmad dibohongi” jadi ada subjek yang menerima tindakan tersebut, itu pasif,” tuturnya.

Ia pun menyatakan bahwa kata “bohong” merupakan kata yang mengandung makna negatif. “Bohong itu kata sifat. Maknanya secara harfiah mempunyai makna negatif karena tidak mengatakan yang sebenarnya,” ucap Rahayu yang juga Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya UI itu.

Dalam konteks pidato Ahok yang mengucapkan kalimat “dibohongin pakai Surat Al Maidah 51”, Rahayu menganalisis bahwa maksudnya ada orang yang memakai Al Maidah untuk membohongi orang lain. “Al Maidah bagian dari kitab suci Alquran, jadi tidak berbohong. Jelas surat itu digunakan untuk membohongi, ada orang yang membohongi orang lain menggunakan Al Maidah,” ujarnya.

Advertisement

Rahayu juga menyatakan Ahok lebih dominan mengeluarkan pikirannya saat berpidato di Kepulauan Seribu. “Lebih dominan pikirannya karena secara konsisten pembicara membahas program perikanan sampai akhir pidatonya. Hanya saja kemudian di tengah pidatonya ada cerita untuk memotivasi yang hadir tetapi tetap konsisten dengan program,” kata Rahayu.

Ia menyatakan seseorang dapat diketahui apakah berbicara melalui perasaan atau pikiran dari kata-kata yang diucapkannya. “Dari kata-kata yang diucapkannya bisa diketahui kemudian dari nadanya lalu intonasinya juga bisa diketahui. Perkataan bisa menunjukkan pikiran bisa juga perasaan,” katanya.

Demikian pula dengan ucapan Ahok yang mengatakan “jadi saya ingin cerita ini supaya Bapak Ibu semangat”. Menurutnya, kalimat itu juga merupakan pikiran dari Ahok. “[kalimat] ‘Saya mau cerita itu’ tetap merupakan pikiran dari yang berbicara,” ucap Rahayu.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif