Jogja
Senin, 20 Maret 2017 - 16:15 WIB

PENDIDIKAN JOGJA : Homeschooling Tangani Siswa Berprestasi hingga Siswa Bermasalah

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Agnes Yenny, Pendiri yang juga kepala PKBM/Home Schooling Sahabat Nusantara. (Sunartono/JIBI/Harian Jogja)

Pendidikan Jogja berupa homeschooling menangani siswa berprestasi hingga siswa bermasalah

Harianjogja.com, JOGJA– Agnes Yenny, 33, seorang Sarjana Teknik sukses mendirikan lembaga pendidikan home schooling. Ia tidak hanya berperan guru dan kepala di lembaganya, namun juga sebagai orangtua bagi siswa yang memiliki berbagai latar belakang masalah mereka.

Advertisement

Sebuah bangunan, dengan lebar sekitar 7 meter dan memanjang belasan meter, tampak seperti rumah biasa. Halaman depan tak cukup untuk parkir 10 mobil. Papan identitas di pinggiran pintu regol panjang, bertuliskan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Sahabat Nusantara.

Terletak di Gang Permadi, Demangan, Gondokusuman, Kota Jogja. Lembaga ini konsisten tidak memasang papan nama home schooling sesuai arahan Dinas Pendidikan Kota Jogja dengan tetap mengunggulkan PKBM sebagai identitas.

Advertisement

Terletak di Gang Permadi, Demangan, Gondokusuman, Kota Jogja. Lembaga ini konsisten tidak memasang papan nama home schooling sesuai arahan Dinas Pendidikan Kota Jogja dengan tetap mengunggulkan PKBM sebagai identitas.

Pada pertengahan 2010, Agnes Yenny mulai membuka home schooling dengan dua siswa Sekolah Dasar (SD). Itu dilakukan karena keprihatinannya, saat mendengarkan curhat seseorang yang memiliki anak berkebutuhan khusus yang ditolak berbagai sekolah.

Naluri pedagogik Yenny pun muncul untuk merekrut dua siswa tersebut untuk dididik di tempat tinggalnya. Ketika itu ia belum memiliki izin, perlahan tapi pasti, siswa mulai berdatangan ke rumahnya untuk mengikuti home schooling. Barulah empat tahun silam, ia mendapatkan izin dari Dinas Pendidikan Kota Jogja sebagai penyelenggara pendidikan non formal.

Advertisement

Siang itu seorang siswi sekolah dasar (SD) mengenakan seragam kaos kuning tiba-tiba keluar dari ruangan, meski belum waktunya. Bocah itu menghampiri orangtuanya, kemudian melangkahkan kaki dari lingkungan sekolah untuk beraktivitas lain bersama orangtuanya. Namun ia dijadwalkan kembali lagi belajar pada jam berikutnya.

“Gimana sudah [belajarnya]?” tanya Yenny kepada siswi itu yang dijawab dengan anggukan kepala.

Siswi itu sebelumnya menjadi korban bullying oleh teman-temannya saat di sekolah formal. Namun kini ia bersemangat dalam asuhannya. Di sebuah ruang tamu berukuran sekitar 7 x 5 meter, orangtua siswa setingkat SD pun ada yang menunggu.

Advertisement

Sesaat kemudian, sebuah sepeda motor masuk tempat di tempat parkir berhimpitan dengan teras lembaga. Remaja berusia SMA turun dari motor dengan santai, dia adalah Aditya Wahyu Resaputra, atlet sepatu roda DIY yang mengaspal bersama tim nine speed.

Karena alasan waktu lebih fleksibel menyesuaikan latihan, ia memilih belajar di home schooling besutan Agnes Yenny setelah keluar dari sekolah favorit di Jogja. Aditya baru tiba di atas pukul 11.00 WIB untuk mengikuti proses pembelajaran.

Selain itu, ada seorang siswa bernama Alexander Moses, yang juga memutuskan keluar dari sekolah favorit dengan melanjutkan home schooling agar bisa memiliki cukup waktu untuk terjun di dunia musik. “Ada musisi, atlet yang dia memang ingin [belajar] di sini,” ungkap Yenny.

Advertisement

Berbagai latar belakang siswa diurus oleh Yenny bersama suaminya Radityo Candra yang juga seorang master psikologi. Mulai dari siswa yang dikeluarkan dari sekolah formal, siswa memiliki karakter indigo hingga transgender. Ia juga memiliki siswi dari luar Jawa yang secara sadar diungsikan orangtuanya ke Jogja untuk mengikuti home schooling karena persoalan asmara di kampung halaman.

Cerita lain, kurun waktu tiga bulan silam, ia sempat khawatir, karena ada salahsatu siswanya yang ikut diperiksa polisi atas kasus klithih. Tetapi untungnya, dia tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sehingga tak berurusan dengan polisi.

“Waktu itu dia pamit miss saya izin, mau diperiksa polisi. Wah saya sudah deg-degan,” ujarnya.

Yenny tidak hanya bertindak sebagai kepala bagi lembaganya namun juga merangkap sebagai guru bimbingan konseling. Sehingga ia lebih dekat dengan para siswanya. Tak jarang, siswanya lebih sering berpamitan kepadanya daripada ke orangtua mereka.

“Misal, malam orangtua menanyakan kalau anaknya belum sampai rumah, padahal anak ini saat dari PKBM tadinya pamit saya kalau mau nge-game. Akhirnya saya yang menhubungi, ayo pulang sudah ditunggu di rumah,” ucapnya.

Meski dari berbagai latarbelakang, ia mensyaratkan adanya surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) untuk mendaftar di PKBM Sahabat Nusantara. Sehingga, pelajar yang pernah tersangkut pidana jangan harap bisa menempuh pendidikan di lembaga ini. Hasil asuhan Yenny mendapatkan ijazah seperti sekolah formal. Bahkan pada 2016 siswanya juga lolos di sejumlah perguruan tinggi negeri seperti UGM.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif