News
Senin, 13 Maret 2017 - 15:00 WIB

Demokrat Tanyai Anggota yang Disebut Terima Duit E-KTP, Semua Membantah

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Jaksa Penuntut Umum KPK membawa berkas perkara kasus dugaan korupsi proyek E-KTP ke dalam gedung pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/3/2017). (JIBI/Solopos/Antara/M Agung Rajasa)

Partai Demokrat mengaku telah menanyai para anggota yang disebut jaksa menerima aliran dana e-KTP.

Solopos.com, JAKARTA — Partai Demokrat menyatakan telah mengklarifikasi kadernya yang–disebut oleh jaksa KPK–diduga telah menerima aliran dana dalam kasus dugaan korupsi KTP elektronik (e-KTP).

Advertisement

Wakil Ketua Dewan Pembina Parta Demokrat, Agus Hermanto, menyebut setidaknya sudah mengonfirmasi kasus tersebut kepada dua kadernya yang terseret dalam kasus itu. Mereka adalah mantan Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah dan Khatibul Umam Wiranu yang saat ini masih menjadi anggota DPR dari Fraksi Demokrat.

“Sudah beberapa yang kita klarifikasi, kita tanya-tanya Pak Jafar Hafsah mengatakan bahwa dia tidak pernah sama sekali menerima. Pak Khatibul juga demikian, tidak menerima,” kata Agus, Senin (13/3/2017).

Menurutnya, mereka yang disebut-sebut itu bukan hanya dari Fraksi Partai Demokrat, tapi hampir dari semua fraksi DPR. Menurutnya, semua juga harus diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Advertisement

Ada sejumlah nama anggota fraksi Partai Demokrat yang disebut terlibat dalam kasus ini, termasuk mantan ketum, Anas Urbaningrum yang kini masih mendekam di penjara karena kasus korupsi lain. Sementara itu terkait nama Taufik Effendi, Agus menyebut politikus itu sudah bukan lagi kader Demokrat. Sedangkan mantan Ketua DPR Marzuki Alie sudah membantah terlihat dalam kasus itu.

Secara terpisah Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, Jazuli Juwaini, membantah dakwaan jaksa KPK yang menyebutkan dirinya ikut menerima aliran dana. Dalam dakwaan yang dibacakan pada sidang kasus dugaan korupsi e-KTP pada 9 Maret 2017 dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, disebutkan bahwa dia menerima US$37.000 dalam kapasitas sebagai Ketua Kelompok Fraksi/Kapoksi II. Kasus itu berdasarkan penyidikan KPK diduga terjadi pada 2011-2012.

“Saya adalah anggota dan Wakil Ketua Komisi VIII dalam rentang tahun 2009-2013, bukan pimpinan atau anggota Komisi II, bukan Ketua Poksi II, bahkan tidak pernah, bukan anggota Banggar,” ujarnya. Dia mengklaim kasus tersebut tidak ada hubungannya dan tidak relevan dengan dirinya karena pada saat yang sama dia duduk di Komisi VIII yang menangani masalah agama, sosial, perempuan, dan penanggulangan bencana.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif