News
Kamis, 9 Maret 2017 - 02:00 WIB

KPK Sebut Dana CSR Rawan Korupsi

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Logo KPK (JIBI/Solopos/Antara)

Dana CSR dinilai KPK rawan tindak pidana korupsi.

Solopos.com, SOLO — Modus cahsback lelang proyek kegiatan dalam bentuk corporate social responsibility diwaspadai. Selain rawan konflik kepentingan, diskon proyek tersebut juga bisa masuk dalam kategori gratifikasi.

Advertisement

Persoalan itu mengemuka dalam Rembuk Integritas Pelaksanaan Koordinasi Supervisi Pencegahan Korupsi dengan tema “Budayakan, Malu Korupsi” di Pendapi Gede Balai Kota Solo, Selasa (7/3/2017).

Kegiatan tersebut diikuti kepala daerah, kapolres, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), ketua DPRD, kepala Inspektorat se-Jawa Tengah. Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan bertindak sebagai moderator Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo.

Advertisement

Kegiatan tersebut diikuti kepala daerah, kapolres, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), ketua DPRD, kepala Inspektorat se-Jawa Tengah. Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan bertindak sebagai moderator Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo.

Sayangnya acara rembuk tersebut tidak banyak dimanfaatkan kepala daerah untuk bertanya secara langsung dengan KPK terkait beragam persoalan mengenai upaya pencegahan korupsi. Dari 35 kepala daerah se-Jateng, hanya dua bupati yang menyampaikan pertanyaan dalam sesi rembuk tersebut. Bupati Kebumen, Muhammad Yahya Fuad misalnya menanyakan persoalan mengenai hukum diskon proyek dalam pengadaan barang dan jasa melalui e-katalog.

“Sekarang ini sudah banyak lelang menggunakan e-katalog dimana kualitas dan harganya sudah tercantum. Sudah tidak jadi rahasia umum lagi meskipun e-katalog tapi dari pengusaha masih ada diskon. Nah manakala ada sebuah cashback dari pengusaha, kalau yang menerima penyelenggara negara apakah namanya juga korupsi? Meskipun tidak ada kerugian negara,” tanyanya.

Advertisement

Menjawab pernyataan itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang meminta agar kepala daerah menghindari bentuk CSR yang memiliki kepentingan di belakangnya.

“Untuk CSR memang masih debatebel. Tapi sebaiknya dihindari dan saya pribadi mengatakan tidak baik dalam hal manajemen, karena tidak detail. Okelah tujuannya bagus, bagaimana CSR digunakan untuk kebaikan masyarakat. Namun, dana CSR kecenderungannya di luar APBD tidak bisa dikontrol,” katanya.

Menurut dia, jika anggaran yang digunakan oleh eksekutif tidak bisa dikontrol, maka sama saja mematikan fungsi DPRD yang memiliki peran budgeting, controlling serta legislasi. Selain itu, anggaran yang tidak bisa masuk dalam pengawasan dikhawatirkan akan memancing penyimpangan.

Advertisement

Legislatif tingkat daerah dan inspektorat sering kali mengalami kesulitan ketika harus melakukan pengawasan ataupun audit terhadap dana CSR. “Betul uangnya tidak dikantongi [pejabat] tapi biasanya ada proses di sana [motif pemberian CSR]. Kalau saran saya, Pemda harus hati-hati dalam memanfaatkan dana CSR. Alangkah baiknya CSR bisa dipertanggungjawabkan kepada publik,” katanya.

Tidak Salahi Aturan

Wali Kota F.X. Hadi Rudyatmo menganggap penerimaan dana CSR tidak menyalahi aturan. Dana yang dikeluarkan perusahaan bisa diberikan dalam wujud infrastruktur. Rudy sapaan akrabnya mencontohkan Pemkot menerima dana CSR berupa pemasangan paving di kawasan Beteng Vastenburg. Tak hanya itu Pemkot juga memanfaatkan dana CSR untuk pembangunan pasar darurat Pasar Klewer di Alun-alun Utara (Alut), perbaikan taman serta bentuk lainnya.

Advertisement

“Tidak masalah perusahaan memberikan dana CSR ke Pemkot. Di Perusahaan juga memang ada dana CSR itu,” katanya.

Yang penting, menurut Rudy, penggunaan dana CSR jelas peruntukkannya. Selain itu dana CSR yang tidak diperbolehkan adalah berupa potongan atau diskon dari anggaran proyek infrastruktur. Diskon proyek dalam bentuk CSR inilah yang dinilai masuk kategori korupsi.

“Kalau kami hanya mengandalkan anggaran daerah tentu tidak bisa berjalan. Kita juga butuh menggandeng CSR-CSR ini,” katanya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga menyampaikan penggunaan dana CSR sah secara aturan. Pemprov bahkan selama ini menggandeng CSR perusahaan salah satunya untuk perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH). Di Jawa Tengah tercatat ada 1,6 juta RTLH, yang jika mengandalkan APBD tidak cukup diselesaikan dalam lima tahun masa pemerintahan saja. “Jadi butuh akselerasi pola-pola pendanaan tidak konvensional [anggaran APBD], tapi bisa menggandeng CSR perusahaan,” katanya.

Terkait dengan pernyataan KPK bahwa penggunaan dana CSR harus hati-hati karena tidak bisa terkontrol, Ganjar menyepakatinya. Karena itu Ganjar juga mengimbau kepada seluruh kepala daerah agar berhati-hati dalam penggunaan dana CSR.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif