Jogja
Senin, 27 Februari 2017 - 16:55 WIB

PILKADA 2017 : Misteri 14.000 Suara Tidak Sah

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dua pasangan calon walikota dan wakil walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti-Heroe Poerwadi dan Imam Priyono-Achmad Fadli menunjukkan nomor undian mereka dalam rapat pleno terbuka pengundian nomor urut pasangan calon walikota dan wakil walikota Yogyakarta tauhun 2017 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta, Selasa (25/10/2016). Hasil pengundian pasangan calon walikota-wakil walikota Imam Priyono-Achmad Fadli mendapatkan nomor urut 1 sedangkan Haryadi Suyuti-Heroe Poerwadi mendapatkan nomor urut 2. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Pilkada Jogja menyisakan 14.000 suara tidak sah

 

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA– Pilkada Kota Jogja 2017 tak berakhir dengan mulus. Data 14.000 lebih surat suara tidak sah yang terkumpul dari hasil penghitungan suara menuai polemik dan memicu gugatan sengketa Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Surat suara tidak sah itu meningkat hampir dua kali lipat dibanding dua kali Pilkada sebelumnya.

Tepat pukul 21.00 WIB, Jumat (24/2/2017), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Jogja secara resmi mengumumkan hasil rekapitulasi perolehan suara pada Pilkada Kota 2017. Rapat rekapitulasi yang melelahkan selama tiga hari itu menyatakan pasangan calon (paslon) peserta Pilkada nomor urut dua Haryadi Suyuti-Heroe Poerwadi unggul dengan perolehan sebanyak 100.333 suara atau 50,29%.

Sedangkan pasangan Imam Priyono-Achmad Fadli harus menelan kekelahan dengan jumlah suara hanya 99.146 atau 49,70%. Paslon nomor satu itu hanya terpaut 1.187 suara dari rivalnya atau tak sampai 1%. Selain mengumumkan hasil perolehan suara, KPU juga mencatat jumlah suara tidak sah dalam Pilkada kali ini hingga 14.355 suara. Sedangkan suara sah sebanyak 199.479.

Advertisement

Jumlah suara tidak sah itu meningkat hampir dua kali lipat dibanding dua Pilkada sebelumnya. Pada Pilkada 2006 jumlah suara tidak sah hanya tercatat sebanyak 9.377 suara.

Pada pilkada 2011 jumlah suara tidak sah menurun menjadi 8.017, padahal total pemilih yang menggunakan hak pilihnya tidak jauh berbeda dengan kondisi 2017.

“Ini aneh. Apakah warga Jogja itu banyak enggak paham sehingga salah mencoblos. Saya kira tidak, warga Jogja ini banyak yang terdidik,” ungkap Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kota Jogja Danang Rudiatmoko kepada media ini beberapa waktu lalu. PDIP adalah partai pengusung utama paslon Imam Priyono-Achmad Fadli.

Bersambung halaman 2

Advertisement

Jauh hari sebelum KPU secara resmi mengumumkan hasil rekapitulasi suara, ratusan massa kubu Imam Priyono sudah menggeruduk Kantor KPU di Jalan Magelang No.41.
Jauh hari sebelum KPU secara resmi mengumumkan hasil rekapitulasi suara, ratusan massa kubu Imam Priyono sudah menggeruduk Kantor KPU di Jalan Magelang No.41. Mereka mendesak lembaga penyelenggara Pemilu itu membuka kotak berisi 14.000 lebih surat suara tidak sah.

Mereka menuduh KPU tak bekerja profesional serta terjadi kecurangan secara terstruktur, sistemik dan masif.

“Ada bukti tiga surat suara tidak sah harusnya menjadi milik paslon satu tapi justru masuk ke kotak suara tidak sah. Ini sinyalemen yang menguatkan kami terjadi kecurangan,” kata Antonius Fokki Ardiyanto, saksi dari kubu Imam Priyono dalam rapat pleno rekapitulasi suara di KPU Kota.

Namun banyak pihak menilai dugaan kecurangan itu tidak berdasar. Pertama, karena tidak pernah terjadi polemik atau indikasi kecurangan di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Advertisement

Buktinya, hingga perhitungan suara selesai di tingkat TPS, tidak ada satu pun nota keberatan dari saksi kubu Imam Priyono di 794 TPS, terkait selisih suara ataupun indikasi kecurangan terkait pemilihan suara tidak sah saat perhitungan suara berlangsung.

Sejumlah kalangan terkait justru meyakini, misteri 14.000 lebih suara tidak sah tersebut karena dipicu kemarahan warga Jogja atas calon kepala daerah yang maju pada pilkada kali ini.

Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 18 Kelurahan Muja Muju, Umbulharjo, Reza Satria Putra mengungkapkan kecurigaannya ikhwal surat suara tidak sah karena kemarahan warga Jogja. Ia melihat sendiri bagaimana bentuk surat-surat suara tidak sah di TPS 18.

“Saya lihat sendiri wong saya Ketua KPPS. Hampir seluruh surat suara tidak sah karena dicoblos di kedua kolom paslon. Sudah begitu, pemilih mencoblos di bagian mata kedua paslon. Sepertinya mereka benci, enggak suka dengan paslon yang ikut Pilkada sekarang,” ungkap Reza Satria Putra. Di TPS 18 Kelurahan Muja Muju, ditemukan 16 surat suara tidak sah.

Advertisement

Bersambung halaman 3
Bentuk Protes Warga

 

Bentuk Protes Warga
Peneliti senior Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSPK) UGM Zuly Qodir meyakini, kasus 14.000 surat suara tidak sah adalah kemarahan warga Jogja karena tidak ada pilihan lain yang maju dalam Pilkada 2017. Ribuan warga Jogja kata dia tidak menginginkan Haryadi Suyuti maupun Imam Priyono memimpin Kota Jogja.

Mereka menyadari karut marutnya pembangunan hotel dan tata kota di Jogja selama rezim Haryadi Suyuti. Sementara Imam Priyono juga tidak menunjukkan kinerja positif yang menonjol. Pahitnya, saat Pilkada dimulai, hanya dua orang itu yang maju, sedangkaan calon lain yang kemungkinan memiliki kapasitas dan integritas lebih baik tidak muncul sebagai calon walikota.

Warga yang marah itu datang ke TPS, dan mengekspresikan kekesalannya dengan merusak surat suara.

“Warga itu marah, mereka tidak menginginkan dua calon yang sekarang. Ini adalah bentuk protes warga. Warga Jogja itu pintar, banyak yang terdidik. Mereka paham keadaan sekitar, mereka juga tidak bodoh soal politik. Kalau tidak sah hanya sekitar 1000-an itu wajar karena salah coblos, tapi ini banyak. Apa mungkin karena kesalahan coblos,” tegas Zuly Qodir yang lembaganya baru saja menggelar diskusi publik refleksi Pilkada 2017 di UGM belum lama ini.

Advertisement

Menurut Zuly Qodir, sejumlah peristiwa politik seperti hadirnya Jogja Independent (Joint) yang gagal mengajukan calon walikota dari jalur perseorangan dapat menjadi salah satu gambaran kemarahan warga.

Joint kata dia melibatkan dan didukung ribuan orang. Jumlah tersebut tidak sedikit untuk menyumbang suara tidak sah. Belum lagi kelompok warga lainnya yang sama-sama kecewa dengan pesta dmeokrasi kali ini.

Poin pentingnya, menurut dia, partai politik harus sadar bahwa mereka gagal melakukan kaderisasi sehingga tak mampu memunculkan calon walikota yang lebih populis. Sementara walikota yang terpilih sejatinya harus belajar dari kemarahan ribuan warga Jogja tersebut dengan menjalankan pemerintahan secara baik dan berintegritas ke depannya.

Komisioner KPU Kota Jogja Sri Surani juga mengaku heran dengan tingginya jumlah suara tidak sah, padahal tingkat partisipasi pemilih meningkat dibanding Pilkada sebelumnya yaitu sebanyak 70% lebih.

Bila merujuk riset mengenai suara tidak sah pada Pilpres 2014 di DIY yang dikerjakkan Research Centre for Politics and Government (PolGov) Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, terdapat sejumlah faktor penyebab suara tidak sah.

Antara lain ketidaktahuan pemilih karena rendahnya sosialisasi pencoblosan, perbedaan interpretasi terkait aturan pencoblosan serta dikarena ekspresi politik masyarakat. Dalam konteks tersebut, warga antara lain memilih apatis terhadap calon yang maju Pilkada.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif