Jogja
Rabu, 22 Februari 2017 - 19:55 WIB

KISAH INSPIRATIF : Vita Sukses Bawa Jatilan Putri ke Luar Negeri

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Luvita Pradana Puspitasari, pelopor sanggar jatilan putri, Krincing Manis di Jaban, Tridadi, Sleman. (Foto istimewa)

Kisah inspiratif datang dari seniman jatilan di Sleman

Harianjogja.com, SLEMAN- Luvita Pradana Puspitasari menjadi seniman perempuan yang sukses memperkenalkan jatilan, kesenian khas Sleman, ke luar negeri.

Advertisement

Sederet prestasi selama menggeluti dunia tari cukup membuktikan jiwa seni tradisional bisa memberinya jalan untuk berprestasi.

Selain sejumlah festival kesenian di DIY, Jawa Tengah dan DKI Jakarta yang dia raih, job pementasan jatilan Rampak Buto Krincing Manis yang menjadi benderanya, sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.

Tari Rampak Buta sendiri merupakan salah satu bentuk kesenian yang mempunyai
ciri khas yang unik. Tarian ini muncul dari ekspresi masyarakat. Tarian ini tidak mempunyai batasan-batasan maupun aturan-aturan yang tegas baik dalam gerak, musik, kostum, maupun properti.

Advertisement

“Tidak ada pakem khusus, tapi tarian ini bagian dari jathilan,” kata Vita, yang menginisiasi berdirinya sanggar jatilan putri, Krincing Manis di Jaban, Tridadi, Sleman ini.

Para penari bebas melakukan motif tarian dengan atau tanpa sentakan kendang. Gerak dalam kesenian ini biasanya menggunakan gerak yang dinamis dan ekspresif, yang merupakan ciri khas seni rakyat. Sebagian masyarakat menyebutnya gedrug karena gerak mereka yang menghentak-hentakkan kaki ke tanah.

Tidak hanya di Kabupaten Sleman, saat ini Rampak Buto mulai berkembang di empat kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jika dulu penari Rampak Buta hanya dua hingga tiga orang saja, namun saat ini sudah berkembang hampir 10 orang. “Kostum yang digunakan juga fleksibel menyesuaikan dengan tema,” jawabnya.

Advertisement

Yang paling membanggakan, tarian Rampak Buto Vita pun dipentaskan di Jepang 2016 lalu dalam ajang Asian Tree. Masyarakat Jepang, katanya, cukup menikmati tarian tersebut. Padahal di sana juga ada tarian sejenis, yang menurut masyarakat Jepang disebut Namahage.

“Sambutan masyarakat Jepang amazing. Mereka senang dengan tarian konsep buto, meskipun di sana ada Namahage,” papar Vita, ketika ditemui harianjogja.com, beberapa waktu lalu.

Agustus 2017 ini, Vita berencana mementaskan tarian Jathilan Rampak Buto di Singapura. Tari Rampak Buto sendiri merupakan inovasi baru dalam kesenian rakyat dengan menghadirkan ciri khas yakni gerak-gerak yang dominan pada kaki.

Ciri khas ini lebih menyatu karena menggunakan puluhan klinthing pada kedua kaki penari. Suara yang dihasilkan dari klinthing tersebut membuat suasana pementasan sangat meriah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif