Jogja
Selasa, 21 Februari 2017 - 12:55 WIB

Gunungkidul Rawan Konflik dalam 5 Kategori Ini

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Desa Dadapayu, Semanu memprotes dugaan pungutan liar yang dilakukan kepala desa setempat. Protes yang dituliskan di spanduk dipasang di balai desa setempat, Senin (17/10/2016). (Bhekti Suryani/JIBI/Harian Jogja)

Gunungkidul dinilai rawan konflik dalam lima kategori

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DIY mengidentifikasi potensi konflik di Gunungkidul terbagi dalam lima kategori. Kajian ini muncul berdasarkan kerjasama antara Pemerintah DIY dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM di 2016 lalu.

Advertisement

Kepala Sub Bagian Program Bakesbangpol DIY Sri Supantini mengatakan, lima potensi rawan konflik itu meliputi politik, ekonomi, pemerintahan, premanisme dan sosial budaya. Dari lima segmen ini dapat dikerucutkan lagi menjadi dua yakni konflik komunal dan kelompok.

Dari kajian yang ada, konflik yang terjadi didominasi oleh kelompok. Sri pun menyontohkan, salah satunya terlihat dalam pendirian rumah ibadah yang melibatkan banyak orang di dalamnya.

“Itu contoh saja. Tapi secara keseluruhan didominasi oleh pelaku dengan cara berkelompok,” kata Sri kepada wartawan di sela-sela kegiatan Focuc Group Discussion Penyusunan Rencana Aksi Peta Peruubahan Sosial dan Potensi Konflik di Ruang Rapat Sekretaris Daerah Gunungkidul, Senin (20/1/2017).

Advertisement

Dia menjelaskan, potensi konflik yang ada tidak hanya terjadi di Gunungkidul. Sebab kebupaten dan kota di DIY juga dilakukan hal yang sama. Hanya saja, saat disinggung terkait dengan konflik yang pernah terjadi ia enggan membeberkan lebih jauh.  Dia berdalih datanya ada di kantor sehingga tidak berani mengungkapkan detail secara pasti. “Kapan-kapan ke kantor saja,” ungkapnya.

Meki demikian, Sri mengungkapkan, peta rawan konflik itu dibuat sebagai bahan monitoring dan evaluasi untuk Pemerintah DIY. Harapannya juga dengan rencana aksi yang dibentuk di kabupaten hingga lingkup kecamatan maka bisa menanggulangi dan mengurangi potensi konflik yang ada.

“Kita akan terus monitor karena hasil kajian dari PSKK UGM jadi acuan, apakah konflik yang ada sudah diselesaikan atau belum,” ujarnya.

Advertisement

Sri pun menambahkan, untuk penyelesain konflik ini Pemerintah DIY menyerahkan sepenuhnya ke masing-masing wilayah. Sebab penyelasaian bisa dilakukan oleh tim yang terdiri dari anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah beserta elemen masyarakat lainnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif