News
Senin, 20 Februari 2017 - 15:25 WIB

Dugaan Kartel Sepeda Motor, Yamaha Didenda Rp25 Miliar, AHM Rp22,5 Miliar

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pekerja sedang menyelesaikan perakitan komponen sebuah skuter matik di Plant Astra Honda Motor (AHM) Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/2/2016) lalu. (Adib Muttaqin Asfar/JIBI/Solopos)

Majelis KPPU menjatuhkan putusan dalam dugaan kartel sepeda motor. Yamaha didenda Rp25 miliar, sedangkan AHM didenda Rp22,5 miliar.

Solopos.com, JAKARTA — Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan hukuman denda maksimal Rp25 miliar terhadap PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing. Sementara itu, PT Astra Honda Motor (AHM) didenda Rp22,5 miliar, sudah termasuk pengurangan denda 10% dari besaran proporsi denda.

Advertisement

Hukuman tersebut terkait perkara dugaan kartel sepeda motor jenis skuter matik 100-125 cc. Perkara inisiatif KPPU ini melibatkan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) sebagai terlapor I dan PT Astra Honda Motor selaku terlapor II.

PT AHM dinilai kooperatif selama proses persidangan. Namun, majelis komisi menjatuhkan denda maksimal Rp25 miliar kepada PT YIMM. Denda tersebut sudah termasuk tambahan denda 50% dari besaran proporsi denda yang dijatuhkan. Hal ini lantaran PT YIMM tidak kooperatif dan memanipulasi data.

Menanggapi hukuman ini, Yamaha Indonesia Motor Manufacturing tak terima dan akan mengajukan pembatalan putusan KPPU ke tingkat Pengadilan Negeri. Kuasa Hukum PT YIMM Rikrik Rizkiyana mengatakan pihaknya memastikan akan mengajukan keberatan ke tingkat pengadilan negeri, dalam waktu 14 hari ke depan.

Advertisement

“Kami pelajari isi putusan secara keseluruhan terlebih dahulu. Selanjutnya kami bisa jadikan sebagai dasar permohonan keberatan,” katanya seusai sidang putusan, Senin (20/2/2017).

Rikrik berujar dasar pertimbangan majelis komisi menjatuhkan denda maksimal dinilai tidak masuk akal. Dalam putusannya, majelis menilai PT YIMM memanipulasi data harga penjualan skuter matik pada 2013. PT YIMM juga dituduh tidak kooperatif dalam mendatangkan saksi Presiden Direktur petahana dalam persidangan.

Rikrik menambahkan kliennya tidak memanipulasi data apapun terkait penjualan harga skutik. Menurutnya, majelis komisi tidak menjelaskan parameter data manipulatif itu seperti apa. Majelis, lanjutnya, tidak memberikan data pembanding (komparatif) terhadap data PT YIMM.

Advertisement

“Jadi unsur manipulatif kami ini di mana, tidak ada pembadingnya. Kami juga bisa bilang kalau data dari kami telah dimanipulasi oleh KPPU sedemikian rupa,” tuturnya.

Pihaknya juga mengklaim telah bertindak kooperatif dengan menghadirkan saksi. Kendati begitu, dia menilai untuk mendatangkan saksi presiden direktur PT YIMM dalam persidangan, seharusnya tim investigator KPPU berusaha ekstra.

Agenda putusan perkara No. 4/KPPU-I/2016 ini dipimpin oleh ketua majelis komisi, Tresna Priyana Soemardi, dan didampingi Munrokhim Misanam dan Kurnia Sya’ranie sebagai anggota majelis komisi. Dalam amar putusannya, Tresna memutuskan menyatakan terlapor I dan terlapor II terbukti dengan sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat (1) UU No.5/1999.

Pasal tersebut berbunyi, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif