Jateng
Sabtu, 18 Februari 2017 - 20:50 WIB

Cap Go Meh Terlarang di MAJT, Agenda Semarang Pindah ke Balai Kota

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kompleks Balai Kota Semarang. (lombafoto.semarangkota.go.id)

Cap Go Meh dilarang dirayakan di halaman Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) sehingga agenda Kota Semarang itu terpaksa dipindahkan ke Balai Kota, Minggu (19/2/2017), batal digelar.

Semarangpos.com, SEMARANG — Perayaan Cap Go Meh bertajuk Pelangi Merajut Nusantara yang rencananya digelar di halaman Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang, Minggu (19/2/2017), batal karena ternyata tradisi warga etnis Tionghoa terlarang bagi umat Islam Kota Semarang.

Advertisement

Pelarangan perayaan tradisi etnis Tionghoa yang telah terakulturasi dengan budaya Nusantara di halaman Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang itu muncul setelah sejumlah warga yang mengaku berasal dari organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam beraudiensi dengan pengelola MAJT Semarang. Mereka menyatakan keberatan atas pelaksanaan perayaan budaya di tempat itu sehingga pengelola meminta panitia memindahkan lokasi acara.

Alhasil, agenda Kota Semarang yang mestinya diwarnai pemecahan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) menyantap hidangan lontong cap go heh terbanyak itu akhirnya dipindahkan ke Balai Kota Semarang. “Kami sepakat memindahkan perayaan Cap Go Meh ke Balai Kota Semarang. Panggungnya di MAJT juga sudah dipindah,” ungkap Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jawa Tengah Dewi Susilo Budiharjo di Semarang, Sabtu (18/2/2017).

Meski lokasi penyelenggaraan agenda Kota Semarang itu dipindahkan karena adanya reaksi penolakan dari kalangan yang mengatasnamakan seluruh umat Islam Semarang, PSMTI Jateng tetap mengundang tokoh-tokoh agama, seperti K.H. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Habib Luthfi bin Yahya, Bhante Dhammasubho Mahathera, Romo Aloysius Budi Purnomo, dan Marga Singgih.

Advertisement

Dewi sempat berembuk dengan sejumlah tokoh yang dijadwalkan akan hadir, seperti Habib Luthfi bin Yahya dan Romo Budi yang memberikan wejangan untuk tidak perlu berkecil hati dan tidak mempermasalahkan pemindahan lokasi kegiatan itu. “Saya banyak berembuk dengan beliau [Habib Luthfi]. Ya, memang demi banyak hal kita harus sepakat pindah ke Balai Kota Semarang. Tidak masalah, balai kota juga merupakan rumah besar bagi masyarakat Kota Semarang,” ungkapnya.

Ia menegaskan perubahan hanya terjadi pada lokasi kegiatan, namun untuk lainnya tetap sama seperti yang direncanakan, termasuk tokoh-tokoh yang hadir dalam dialog budaya yang menjadi rangkaian perayaan Cap Go Meh di Semarang tersebut. Perayaan Cap Go Meh di Semarang ditargetkan dihadiri 12.000 orang yang akan bersama-sama makan lontong Cap Go Meh sebagai bentuk keharmonisan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Jumlah peserta makan lontong Cap Go Meh itu pun akan dicatatkan dalam rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri), apalagi jika bisa melebihi jumlah peserta makan lontong serupa di Berau, Kalimantan Timur, yang diikuti 11.000 orang. Namun, Dewi menegaskan bukan rekor Muri itu yang dipentingkan, melainkan bagaimana indahnya gambaran keharmonisan seluruh masyarakat yang hadir dari berbagai agama, suku, ras, dan sebagainya dalam perayaan budaya tersebut.

Advertisement

“Bukan soal 10.000, 11.000, atau 12.000-nya [orang yang hadir], tetapi kami ingin mewartakan betapa indahnya harmoni yang ada di Semarang ini. Bagaimana kebersamaan dalam kebhinnekaan dalam keindahan budaya Semarang,” pungkasnya.

Senada dengan itu, Romo Budi yang kini bertugas di Paroki Ungaran, Kabupaten Semarang mengatakan tidak perlu mempersoalkan lokasi perayaan Cap Go Meh yang mengusung perdamaian dalam keberagaman itu, termasuk soal reaksi penolakan. “Yang justru penting, selalu ada banyak sisi positif dalam kesulitan yang dihadapi. Dengan dipindah di Balai Kota Semarang, saya justru melihat bisa membantu memudahkan masyarakat untuk datang karena lokasinya yang strategis,” katanya.

Yang jelas, Romo Budi yang piawai bermain saksofon itu mengingatkan jangan sampai perayaan budaya yang menjunjung tinggi persahabatan dan kebersamaan dalam keberagaman melukai hati siapapun yang malah bisa merusak persaudaraan.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif