News
Jumat, 17 Februari 2017 - 20:00 WIB

Jaksa Agung Sebut Penonaktifan Ahok Tunggu Putusan Hakim

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Pool/Ramdani)

Jaksa Agung menyebut penonaktifan Ahok bukan menunggu tuntutan jaksa, melainkan putusan hakim.

Solopos.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memberikan pendapat berbeda soal penonaktifan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta. Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan keputusan penonaktifan Ahok tidak tergantung tuntutan jaksa dalam sidang kasus dugaan penistaan agama.

Advertisement

“Jadi kalau mendagri mengatakan ‘nanti kita tunggu tuntutan jaksa’, sesungguhnya bukan tuntutan jaksa,” kata Prasetyo di Jakarta, Jumat (17/2/2017). Malah, menurut dia, penonaktifan Ahok dalam kasus ini menunggu putusan hakim. “Putusan hakim yang benar,” ucapnya.

Jika jaksa menuntut Ahok dengan pasal yang ancaman pidananya selama-lamanya lima tahun penjara, menurut Prasetyo hal itu belum memberikan kepastian hukum. Selain itu, kata dia, majelis hakim yang menangani perkara tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Utara belum tentu memutus perkara sesuai tuntutan jaksa penuntut umum.

“Jaksa bisa menuntut, misalnya, Pasal 156a KUHP, tapi hakim putuskan yang lain, itu bukan jaksa yang menentukan,” ujarnya.

Advertisement

Seperti diketahui, dalam kasus penistaan agama itu, Ahok dikenakan dakwaan alternatif, yakni Pasal 156a KUHP dan Pasal 156 KUHP. Ancaman dari Pasal 156a KUHP adalah maksimal lima tahun kurungan, sedangkan Pasal 156 KUHP ancamannya empat tahun penjara. Baca juga: Ahok Tak Dinonaktifkan Pasca-Cuti, Ini Argumen Mendagri.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih menunggu tuntutan jaksa penuntut umum dalam kasus dugaan penistaan agama sebelum memutuskan menonaktifkan Ahok. “Jika tuntutan paling sedikit lima tahun, maka akan diberhentikan sementara sampai ada keputusan hukum tetap,” kata Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo, Sigit Pudjianto, dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia menuturkan keputusan yang diambil tersebut mengacu pada Pasal 83 UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Aturan itu menyebutkan kepala daerah bisa diberhentikan sementara karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun. Baca juga: Mahfud MD: Presiden Nonaktifkan Ahok atau Terbitkan Perppu.

Advertisement

Saat ini, Ahok sudah berstatus sebagai terdakwa dan disangkakan Pasal 156 atau pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 156 KUHP menyatakan barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif