SOLOPOS.COM - Debat Terbuka Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Salatiga Tahun 2017 yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Salatiga di Hotel Laras Asri, Kota Salatiga. (Imam Yuda Saputra/JIBI/Semarangpos.com)

Debat antara dua pasangan calon peserta Pilkada Salatiga 2017 dinilai kurang greget.

Semarangpos.com, SALATIGA – Pengamat politik sekaligus guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Prof. Christantius Dwiatmadja, menilai dua pasangan calon (paslon) yang maju dalam Pilkada Salatiga 2017 kurang menguasai permasalahan masyarakat.

Hal itu disampaikan Christantius seusai menyaksikan Debat Terbuka Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota Salatiga Tahun 2017 di Hotel Laras Asri, Salatiga, Sabtu (11/2/2017). Dalam debat itu, dua paslon, baik Agus Rudianto-Dance Iskak Palit (Rudal) maupun Yuliyanto-Muh Haris (Yaris), diberi kesempatan memaparkan program apa yang akan dilakukan jika nanti terpilih sebagai wali kota dan wakil wali kota selama 90 menit.

Program-program itu antara lain terkait pemberantasan korupsi, narkoba, maupun memajukan pendidikan dan pembangunan di Kota Salatiga. Namun, Christantius menilai tak ada pemaparan yang menarik yang disampaikan keduanya. Pemaparan yang disampaikan kedua paslon cenderung normatif, tanpa menjelaskan langkah-langkah konkret yang akan dilakukan.

“Pemaparan keduanya masih normatif. Sepertinya tim sukses kedua paslon tak mempersiapkan data-data maupun materi terkait program yang akan diusung calonnya. Jadi memang terkesan mengambang,” ujar Christantius saat dijumpai Semarangpos.com seusai debat terbuka itu.

Pria yang juga menjabat sebagai Dekan FEB UKSW itu menambahkan kedua paslon juga kurang bisa menggali potensi yang ada di Salatiga, salah satunya di sektor pendidikan. “Mereka bilang akan menjadikan Salatiga sebagai Kota Pendidikan yang mendunia, tapi enggak bisa menjelaskan bagaimana cara menggali potensinya. Padahal di Salatiga ada banyak kampus dan dua di antaranya cukup besar di Jateng, seperti UKSW dan IAIN Salatiga,” imbuh Christantius.

Senada juga diungkapkan pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Fitria Rahmawati. Mantan Ketua KPU Jateng itu menilai kedua paslon tidak bisa memanfaatkan data-data autentik terkait pembangunan di Salatiga dalam debat itu. “Seharusnya mereka bisa memanfaatkan data-data autentik saat memberikan paparan. Semacam flashback tentang apa yang sudah diraih Salatiga selama ini dan ke depannya harus seperti apa. Itu yang tidak bisa dimanfaatkan kedua paslon,” beber Fitria.

Debat Pilkada Salatiga ini hanya berlangsung sekali. Debat juga menjadi akhir dari masa kampanye kedua paslon sebelum memasuki masa tenang menjelang pemungutan suara serentak Pilkada 2017.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Rekomendasi
Berita Lainnya