Jatim
Minggu, 5 Februari 2017 - 18:05 WIB

KISAH TRAGIS : 70 Tahun Hidup, Pria Tak Berkaki asal Pacitan Ini Tak Pernah Punya KTP

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Boiran, 70, pria tak berkaki asal Pacitan mencangkul di halaman rumahnya di Dukuh Waru, Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Minggu (5/2/2017). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

Kisah tragis, seorang pria tak berkaki asal Pacitan selama 70 tahun tidak punya kartu identitas.

Madiunpos.com, PACITAN — Hidup betapa pun beratnya harus dijalani dengan penuh tanggungjawab dan syukur. Hal itu yang menjadi pegangan hidup Boiran, seorang pria asal Pacitan yang sejak lahir sudah tidak bisa berjalan.

Advertisement

Boiran yang merupakan warga Dukuh Weru, Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, ini menumpang hidup di rumah adiknya, Sumini. Boiran berusia sekitar 70 tahun. Dia tidak ingat kapan tanggal dan tahun lahirnya karena sejak kecil hingga kini dirinya tidak pernah terdata di catatan sipil dan orang tuanya juga tidak pernah membuat akta kelahiran bagi Boiran.

Hingga kini di usia sekitar 70 tahun, Boiran sama sekali tidak pernah memiliki kartu identitas atau kartu tanda penduduk (KTP). “Saya tidak pernah punya KTP. Kata orang-orang mau buat apa membuat KTP, kan saya tidak bisa berjalan,” kata dia kepada Madiunpos.com di rumahnya, Minggu (5/2/2017).

Advertisement

Hingga kini di usia sekitar 70 tahun, Boiran sama sekali tidak pernah memiliki kartu identitas atau kartu tanda penduduk (KTP). “Saya tidak pernah punya KTP. Kata orang-orang mau buat apa membuat KTP, kan saya tidak bisa berjalan,” kata dia kepada Madiunpos.com di rumahnya, Minggu (5/2/2017).

Kepada Madiunpos.com, Boiran bercerita sudah sejak lahir tidak bisa berjalan karena ada kelainan di kedua kakinya. Kedua kakinya tidak tumbuh sempurna. Karena keterbatasan ekonomi keluarganya, Boiran tidak pernah dibawa ke rumah sakit dan hingga kini kakinya tidak bisa digunakan.

Boiran yang merupakan anak kedua dari lima bersaudara ini awalnya tinggal bersama orang tuanya di Dukuh Weru, Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo. Namun, setelah kedua orang tuanya meninggal dunia, Boiran ikut adiknya yang juga tinggal di Dukuh Weru.

Advertisement

“Tangan saya tidak pernah bersih. Paling kalau makan dibersihkan. Soalnya untuk berjalan dan tangannya tidak diberi alas,” kata dia.

Boiran mengaku selama ini belum pernah menikah dan kemungkinan tidak akan membangun rumah tangga hingga akhir hayatnya. Hingga berusia 70 tahun belum ada perempuan yang diidamkan. Jika pun ada, Boiran mengaku tidak siap untuk menghidupinya.

“Saya tidak siap menikah. Mau dikasih makan apa istri saya,” ujar dia.

Advertisement

Selama sekitar 70 tahun hidup, Boiran tidak pernah pergi jauh meninggalkan kampungnya. Boiran hanya sanggup berjalan dengan kedua tangannya hingga 1 km dari rumahnya saat suntuk dan hendak berkumpul dengan tetangga. Selebihnya, dia tidak pernah melihat dunia selain di Desa Ploso.

Dia mengaku pernah keluar dari kampungnya saat sakit dan dirawat di Puskesmas Gemaharjo, Pacitan. Dari kampungnya di puncak bukit Pancur, Boiran hanya bisa membayangkan gemerlapnya perkotaan. Akses dari desa itu sangat sulit, selain tidak ada angkutan umum, jalan masuk kampungnya juga sangat sulit dan terjal.

“Saya tidak pernah ke mana-mana. Saya hidupnya ya di kampung ini saja, mentok berjalan di rumah tetangga,” kata dia.

Advertisement

Di rumah itu, Boiran tinggal bersama keluarga adiknya, Sumini, beserta suaminya, Suparman, serta anak dan menantu Sumini. Di rumah yang sangat sederhana itu, Boiran menjalani hari-harinya dengan tenang.

“Saya hidup di sini sangat bergantung pada adik. Saya sudah tidak punya siapa-siapa selain mereka,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif