Jateng
Rabu, 1 Februari 2017 - 05:50 WIB

Standardisasi Khotbah Diwacanakan Menag Bukan Sertifikasi Khatib

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddinn (Kemenag.go.id)

Standardisasi khotbah yang diwacanakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin diakui bukan domain umara atau pemimpin pemerintah.

Semarangpos.com, SEMARANG — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mewacanakan standardisasi khotbah Jumat. Namun, standardisasi khotbah semacam itu diakuinya bukan domain dari umara atau pemimpin pemerintah, melainkan ulama.

Advertisement

“Kementerian Agama sebenarnya lebih menggunakan kata standardisasi, bukan sertifikasi. Ini sebenarnya bukan ide atau gagasan baru kemenag, apalagi menagnya,” kata Lukman Hakim Saifuddin seusai menghadiri upacara wisuda di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo di Kota Semarang, Selasa (31/1/2017).

Lukman menjelaskan wacana standarisasi khotbah Jumat itu sebenarnya merespons aspirasi yang berkembang di kalangan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam dan kalangan tokoh-tokoh agama. “Mereka ingin pemerintah juga ikut hadir dalam menjamin kualitas mutu khotbah Jumat yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari salat Jumat yang menjadi kewajiban laki-laki muslim,” katanya.

Ia mengakui mendapatkan masukan bahwa ada sebagian masjid yang para khatibnya lebih kerap saling mencela, mencaci, dan menyalahkan dalam menyampaikan khotbah Jumatnya. “Yang sebenarnya, dalam esensi atau substansinya bahwa khotbah adalah memberikan wasiat ajakan untuk bertakwa. Jadi, ada kebutuhan dibuat batas minimal kompetensi apa yang semestinya dimiliki khotib,” katanya.

Advertisement

Namun, ia menegaskan pemerintah termasuk Menag tidak akan masuk dalam ranah yang bukan domainnya, seperti standardisasi khotbah Jumat yang sebenarnya ulamalah yang paling mengerti. Jadi, kata dia, wewenangnya lebih kepada ulama ataupun ormas-ormas Islam yang menaungi untuk menentukan seseorang sudah memenuhi standar untuk menjadi khatib atau menyampaikan khotbah.

Ditegaskannya, wacana standardisasi khotbah yang ia kemukakan, bukan sertifikasi khatib sebagaimana dipublikasikan sebagian media massa. “Tidak ada itu sertifikasi. Beda, standarisasi itu membuat batasan minimal kompetensi seperti apa yang harus dimiliki seorang khatib. Silakan dari ormas, seperti Muhammadiyah, NU, dan sebagainya,” katanya.

Ia mencontohkan khatib harus mumpuni secara ilmin atau menguasai ilmu secara substansi, serta bashirah yang juga punya kearifan dan kebijaksanaan karena esensi khotbah adalah tausiah atau nasihat. “Maka tentu, nasihat tidak lalu kemudian diisi dengan saling mencela, menyalahkah, mencaci-maki yang bisa mengancam kehidupan keagamaan dan kerukunan hidup antarumat beragama,” katanya.

Advertisement

Meski demikian, Lukman menegaskan wacana standardisasi khotbah Jumat yang diwacanakan itu baru sebatas ide atau gagasan yang perlu dilakukan pendalaman, pematangan, dan penajaman.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif